Arahan Presiden, Pj Gubernur Jabar akan Dorong Kajian LRT Bandung Raya
Presiden memberikan arahan integrasi transportasi publik.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar) Bey Machmudin mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo untuk mendorong pengembangan transportasi publik yang terintegrasi. Terkait hal itu, Bey mengaku akan mendorong kajian moda transportasi Light Rail Transit (LRT) Bandung Raya.
Bey menghadiri rapat terbatas bersama presiden dan sejumlah menteri yang membahas integrasi transportasi publik di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/9/2023). Dalam rapat tersebut, kata Bey, Presiden meminta agar peralihan dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik terus disosialisasikan kepada masyarakat.
“Arahan Presiden semua transportasi sebaiknya terintegrasi untuk memudahkan dan memindahkan masyarakat dari transportasi pribadi ke transportasi publik,” kata Bey.
Di Jabar, dalam waktu dekat dioperasikan kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Untuk mengintegrasikan transportasi publik ini, Bey mengatakan, disiapkan kereta feeder atau angkutan pengumpan ke stasiun kereta cepat.
“Kita tahu (kereta cepat) sudah terintegrasi dari (Stasiun) Padalarang menuju Stasiun Kota Bandung menggunakan kereta feeder. Titik lainnya, seperti (stasiun kereta cepat) Tegalluar, juga segera ada kereta feeder ke Kota Bandung atau tujuan sekitarnya,” kata Bey.
Menurut Bey, Presiden juga meminta kajian rencana pembangunan LRT yang menghubungkan wilayah Bandung selatan dengan utara. Terkait hal itu, ia mengaku akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk menggali lebih detail wacana LRT agar kajiannya tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Harus segera dilakukan transportasi publik yang berbeda. Jadi, benar-benar baru, tidak hanya mengandalkan yang sudah ada,” kata Bey.
Bey mengatakan, transportasi publik yang terintegrasi ini diharapkan dapat menjadi solusi masalah kemacetan di daerah metropolitan, seperti Jakarta dan Bandung.
“Karena kita tahu bahwa kerugian yang dihasilkan oleh kemacetan sangat luar biasa. Untuk Jakarta sekitar Rp 65 triliun, tapi untuk Jabodetabek itu sekitar Rp 100 triliun. Nah, di daerah-daerah lain sekitar Rp 12 triliun,” kata Bey.