Mengenal Social Commerce, Istilah Baru yang Muncul dari Kasus TikTok Shop dan Kini Diatur
Tiktok Shop harus membuat entitas bisnis sendiri, terpisah dari media sosial TikTok.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kemunculan Tiktok Shop, sebuah fitur layanan transaksi jual beli dalam aplikasi Media Sosial Tiktok cukup membuat pusing pemerintah. Bagaimana tidak, Tiktok Shop yang terintegrasi ke platform media sosial TikTok dalam satu aplikasi dinilai menimbulkan iklim perdagangan tak sehat antar pelaku e-commerce di Indonesia.
Pemerintah lantas merevisi aturannya untuk melarang platform media sosial sekaligus menjadi marketplace layaknya toko online yang tengah digrandungi konsumen Tanah Air. Dan, hanya TikTok yang seperti itu di Indonesia.
Kementerian Perdagangan awal pekan ini resmi meneken Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan ini merupakan revisi dari Permendag Nomor 50 Tahun 2020.
Salah satu hal yang baru dari kebijakan itu yakni adanya pengaturan Social Commerce. Secara sederhana, Social Commerce yang dimaksud adalah platform media sosial yang khusus digunakan untuk promosi barang dan jasa. Namun, dilarang menyediakan layanan transaksi pembayaran seperti toko online pada umumnya.
“Jadi di social commerce dia boleh iklan, tapi tidak boleh sekaligus jadi media sosial, tidak boleh gunakan data orang untuk dagang (promosi),” kata Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, beberapa waktu lalu.
Lelaki yang akrab disapa Zulhas itu menjelaskan, selama ini social commerce belum diatur di Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah memilih untuk menata sejak dini menyikapi perkembangan sistem perdagangan digital yang berkembang cepat.
Zulhas menegaskan, yang jelas, pemerintah ingin memisahkan fungsi antara media sosial dan e-commerce dan menyediakan izin social commerce sebagai jalan tengah. Harapannya, akan memberikan keadilan bagi pelaku e-commerce lainnya sekaligus perlindungan data pribadi.
Pengaturan social commerce itu lantas dapat menjadi alternatif bagi TikTok Shop untuk tetap eksis di Indonesia dengan beralih fungsi khusus promosi barang dan jasa, tanpa transkasi jual beli dalam satu aplikasi.
Kemendag lantas memberikan waktu kepada TikTok Shop untuk menutup layanan jual-belinya sementara dalam waktu sepekan terhitung sejak Rabu (27/9/2023) saat Permendag 31 Tahun 2023 itu disosialisasikan.
“Kita kasih waktu seminggu. Harusnya tidak boleh. Tapi kita anggap mereka enggak dengar,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim, mengatakan, Tiktok Shop pun dapat tetap melayani transaksi jual beli layaknya Tokopedia, Bukalapak hingga Shopee Cs. Namun, Tiktok Shop harus membuat entitas bisnis sendiri yang terpisah dari media sosial TikTok.
Lalu, bagaimana media sosial seperti Instagram dan Facebook yang kini punya fitur katalog belanja?
Lalu, bagaimana media sosial seperti Instagram dan Facebook yang kini punya fitur katalog belanja?
Menurut Isy, tak menutup kemungkinan mereka juga akan menjadi social commerce karena dipakai untuk mempromosikan barang. Namun, pada tahap pembayaran harus dilakukan terpisah di luar aplikasi sehingga tak ada interkoneksi dengan platform social commerce tersebut.
“Bisa saja, itu jadi social commerce. Tapi dia akan terbatas kegiatannya, tidak seperti e-commerce,” jelas Isy.
Meski demikian, ia mengatakan Kemendag masih akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Investasi, serta Kementerian Koperasi dan UKM untuk membahas lebih lanjut social commerce itu.
Pemerintah juga akan melakukan pembinaan terhadap para penyedia platform media sosial agar aturan yang dibuat pemerintah dapat ditaati.