Pemberian ASI Eksklusif di Tempat Kerja Perlu Dukungan Semua Pihak

Cuti yang cuma tiga bulan itu bisa berakibat tingkat ibu menyusui rendah.

Republika.co.id
Penyediaan ruang laktasi bagi pekerja yang berstatus ibu menyusui.
Rep: Rahma Sulistya Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi yang baru lahir. Kandungannya yang spesifik, membuat ASI banyak memberikan manfaat, mulai membantu mengurangi risiko alergi pada bayi, menunjang pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan, hingga dapat menjadi sumber antibodi bayi. 


Merujuk data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sebanyak 45 persen ibu berhenti menyusui karena harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan. Sementara menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), salah satu dukungan utama yang diperlukan ibu agar tetap dapat memberikan ASI bagi bayinya adalah cuti melahirkan selama 18 pekan atau waktu ideal lebih dari enam bulan.

IDAI menilai, masih tingginya ibu yang harus berhenti memberikan ASI pada anak setelah melahirkan disebabkan oleh multifaktor. "Hal itu terjadi karena kurangnya dukungan keluarga, dukungan tenaga medis, hingga karena harus kembali bekerja," ucap Ketua Satgas ASI IDAI Dr dr Naomi Esthernita F Dewanto, SpA(K) kepada media di Jakarta dikutip Jumat (29/9/2023). 

Naomi mengatakan, salah satu faktor terbesar yang membuat ibu terpaksa menghentikan pemberian ASI kepada bayi adalah karena harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan selesai. Karena itu, perlu dukungan yang besar untuk ibu agar bisa menyusui anaknya secara maksimal. Adapun dukungan terbesar diharapkan didapat dari  tempat kerja.

Dengan keterbatasan dukungan menyusui di tempat kerja, kata Naomi, membuat banyak ibu berhenti menyusui lebih awal. Padahal, wanita membutuhkan waktu dan dukungan cukup dari lingkungannya agar bisa tetap menyusui dengan optimal.

"Cuti yang cuma tiga bulan itu bisa berakibat tingkat ibu menyusui rendah. Ibu yang kembali bekerja terlalu dini dapat memberikan efek negatif terhadap berlangsungnya masa menyusui. Hal ini tentu membuat ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif selama enam bulan," ujar Naomi.

Praktisi kesehatan Dr dr Ray W Basrowi, MKK menambahkan, tempat kerja memang mendukung sekali bagi pekerja yang berstatus ibu menyusui. "Salah satu faktor penting di Indonesia dalam melindungi pemberian ASI Eksklusif adalah terkait kebijakan-kebijakan perlindungan ASI eksklusif di lingkungan kerja," ujar Ray.

Meskipun peraturan dukungan untuk ibu menyusui masih membutuhkan penguatan, beberapa perusahaan telah melakukan inisiatif untuk mendukung pemberian ASI eksklusif. Contohnya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA).

"APPNIA menyadari pentingnya manfaat ASI eksklusif dan dan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan, serta mendukung ibu, khususnya yang bekerja, agar dapat memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayinya," ucap Direktur Eksekutif APPNIA, Poppy Kumala.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler