Tragis, Anak Perempuan di Iran Koma Diduga Akibat Dianiaya Polisi Moral

Anak perempuan ini terluka parah setelah ditangkap polisi moral di stasiun metro.

AP Photo/Vahid Salemi
Perempuan Iran berjalan di distrik komersial tanpa mengenakan jilbab wajib mereka di Teheran utara, Iran, Senin, 14 November 2022.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Seorang anak perempuan berusia 16 tahun bernama Armita Garawand mengalami koma dan dirawat di rumah sakit setelah diduga dianiaya oleh polisi moral Iran. Ruang perawatan Garawand dijaga ketat dan tidak boleh ada aktivitas besuk. 

Kelompok hak asasi manusia (HAM) yang berfokus pada Kurdi, Hengaw, mengungkapkan, Garawand menderita luka parah setelah ditangkap agen polisi moral di stasiun metro Shohada di Teheran pada Ahad (1/9/2023) lalu. Setelah dianiaya, Garawand dibawa ke rumah sakit Rumah Sakit Fajr di Teheran. 

Menurut Hengaw, ruang rawat inap Garawand dijaga ketat. “Saat ini tidak ada kunjungan yang diperbolehkan bagi korban, bahkan dari keluarganya,” ujar Hengaw dalam keterangannya, Selasa (3/10/2023), dikutip laman Al Arabiya.

Hengaw mengatakan, seorang jurnalis dari surat kabar harian Shargh, Maryam Lotfi, sempat berusaha mengunjungi Rumah Sakit Fajr untuk mengetahui kondisi Garawand. Namun, Lotfi justru ditahan, walaupun kemudian dibebaskan. Situs berita IranWire, yang berbasis di luar Iran, mengutip sebuah sumber mengatakan, Garawand mengalami cedera kepala setelah didorong oleh petugas.

Otoritas Iran telah membantah dugaan melakukan penganiayaan atau penyiksaan terhadap Garawand. Mereka mengatakan, Garawand pingsan karena tekanan darah rendah, bukan akibat perlakuan atau keterlibatan aparat keamanan. Saat ini isu tentang dugaan penganiayaan terhadap Garawand tengah menjadi topik perbincangan utama di media sosial di Iran.

Iran menghadapi gelombang demonstrasi selama berbulan-bulan tahun lalu akibat kematian Mahsa Amini. Pada 13 September 2022, Mahsa Amini, wanita berusia 22 tahun, ditangkap polisi moral Iran di Teheran.

Baca Juga


Penangkapan itu dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Setelah ditangkap, Amini pun ditahan. 

Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Saat ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung.

Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu. 

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini.

Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes. 

Selama demonstrasi berlangsung, ribuan warga Iran ditangkap. Iran pun telah mengeksekusi sejumlah warganya yang terlibat dalam aksi penyerangan dan pembunuhan pasukan keamanan. Organisasi Iran Human Rights (IHR) sempat menyampaikan bahwa terdapat sekitar 100 warga lainnya yang menghadapi risiko hukuman mati. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler