Mushala Jadi Ruang Kelas, Siswa SDN Cidokom 02 Bogor Belajar di Lantai

SDN Cidokom 02 kekurangan ruang kelas.

Republika/Shabrina Zakaria
Siswa kelas 4B SDN Cidokom 02, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belajar di mushala yang dijadikan ruang kelas, Senin (9/10/2023). Siswa belajar di lantai, tanpa meja dan kursi.
Rep: Shabrina Zakaria Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sudah sekitar dua tahun mushala di SD Negeri (SDN) Cidokom 02, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dijadikan ruang kelas. Mulai awal tahun ajaran 2023/2024, giliran 34 siswa kelas 4B yang mesti belajar di ruang kelas ala kadarnya itu.

Baca Juga


Jumlah siswa kelas 4B lebih sedikit dibandingkan kelas lainnya, sehingga mereka mau tak mau menempati ruangan dengan luas sekitar empat kali enam meter tersebut. 

Siswa kelas 4B belajar di lantai, tanpa meja dan kursi. Mereka mesti mengatur posisi agar bisa menulis. Ada siswa yang mengganjal buku tulis dengan kaki, setengah tengkurap, hingga memanfaatkan tembok yang catnya sudah mulai memudar sebagai alas buku.

Firkah (9 tahun) merasa tak nyaman belajar sambil berdesak-desakan di ruangan itu. Apalagi ia mesti menulis di lantai, yang membuat punggungnya pegal. Terkadang ia bersandar di tembok sambil melipat kakinya agar bisa lebih mudah menulis. 

Menulis di lantai pun membuat punggung kecilnya merasa pegal. Apakah ia harus menunduk, bersandar di tembok, atau sesekali melipat kakinya agar bisa menulis dengan mudah.

“Lebih suka belajar di meja. Kalau di bawah enggak enak, pegal. Nulisnya susah,” ujar Firkah, saat ditemui Republika di sela-sela kegiatan belajarnya, Senin (9/10/2023).

Firkah berharap bisa kembali menempati ruang kelas yang besar seperti sebelumnya. Sementara Andisa (9) merasa senang saja belajar di lantai. Andisa dan siswi lainnya juga bisa lebih dekat untuk mengobrol tanpa harus menghampiri meja.

Namun, Andisa tak memungkiri kondisi mushala yang sempit membuat belajar menjadi kurang nyaman. Dengan atap asbes, mushala yang menjadi ruang kelas itu terasa lebih panas saat musim kemarau. “Panas, enakan belajar di kelas yang besar,” ujar dia. 

Untuk mengurangi hawa panas di dalam ruang kelas itu, satu unit kipas angin dipasang. Namun, Andisa mengharapkan ruang kelas seperti saat dulu masih di bangku kelas 3.

 

Siswa kelas 4B SDN Cidokom 02, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belajar di mushala yang dijadikan ruang kelas, Senin (9/10/2023). - (Republika/Shabrina Zakaria)

 

Kekurangan ruang kelas

 

Wali Kelas 4B SDN Cidokom 02, Mohamad Andriyana, hanya pasrah siswa yang dididiknya tahun ini mesti menempati mushala untuk kegiatan belajar. Pada tahun ajaran sebelumnya, mushala tersebut digunakan kelas 5, yang jumlah muridnya sedikit dari yang lainnya.

Persoalan tersebut berulang setiap tahunnya karena SDN Cidokom 02 kekurangan ruang kelas, juga mebelnya. Saat ini, dengan jumlah siswa 494 orang, di sekolah tersebut hanya ada delapan ruang kelas. Sedangkan rombongan belajar ada 12.

Selain kelas 4B yang menempati mushala, ada kelas 6 yang harus belajar di ruang laboratorium. Namun, ruang laboratorium ini lebih luas dibandingkan mushala yang digunakan siswa kelas 4B.

Andriyana mengaku tidak mengalami kesulitan berarti mengajar di mushala yang dijadikan ruang kelas. Namun, ia merasa sedih melihat para siswanya belajar dengan kondisi kurang nyaman. Termasuk ketika masa ulangan, yang memicu keluhan dari para orang tua siswa.

“Itu manusiawi ya. Saya yakin orang tua ingin yang terbaik buat anaknya. Termasuk kondisi belajar, fasilitas anak,” ujar Andriyana.

Tak jauh dari mushala tempat siswa kelas 4B belajar, ada bangunan dengan tiga kelas yang tampak belum selesai dibangun, namun bagian atasnya sudah ada dak beton. Tiga ruang kelas itu sudah digunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM). 

Menurut Andriyana, bangunan itu seharusnya menjadi dua lantai, sehingga dapat mencukupi kebutuhan ruang kelas di SDN Cidokom 02. Hanya saja kelanjutan pembangunannya belum jelas.

Pihak SDN 2 Cidokom disebut sudah pernah mengajukan dan mengusahakan kebutuhan ruang kelas, juga mebelnya, seperti meja, kursi, dan lemari. Mulai dari musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat desa, kecamatan, hingga menyerahkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

“Harapan saya agar cepat dibangun lanjutan lantai dua, agar tahun ini dilanjut kembali. Kemudian berikut mebelnya, jadi satu paket. Kalau ada ruangan tidak ada mebel, akan bingung juga. Jadi, idealnya bangunan ada, mebelnya ada,” ujar Andriyana. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler