PBB: Hampir 200 Ribu Warga Gaza Terpaksa Mengungsi
Hampir 200 ribu orang atau hampir per sepuluh populasi Gaza mengungsi
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan hampir 200 ribu orang atau hampir per sepuluh populasi Gaza meninggalkan rumah mereka saat konflik Hamas-Israel pecah. Konflik juga menimbulkan kelangkaan air dan pemadaman listrik karena blokade.
"Pengungsian meningkat drastis di seluruh Jalur Gaza, mencapai lebih dari 187 ribu orang sejak Sabtu, sebagian besar berlindung di sekolah-sekolah," kata juru bicara OCHA Jens Laerke dalam konferensi pers di Jenewa, Selasa (10/10/2023).
Ia menambahkan pengungsian diperkirakan akan terus berlangsung selama perang berjalan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan terdapat laporan 13 penyerangan ke fasilitas di Gaza sejak pekan lalu dan pasokan medis yang berada di sana sudah habis.
Sebelumnya dilaporkan Israel mengatakan sudah merebut kembali di daerah perbatasan Gaza. Mereka membombardir daerah itu dengan serangan udara paling mematikan dalam 75 tahun konflik dengan Palestina meski Hamas mengancam akan mengeksekusi tawanan untuk setiap rumah yang hancur akibat serangan udara.
Israel berjanji menggelar "serangan balasan" terbesar dalam sejarah sejak pejuang Hamas masuk ke kota-kotanya. Israel memanggil ratusan ribu pasukan cadangan dan menempatkan di Jalur Gaza yang dihuni 2,3 juta orang.
Pemerintah Gaza mengatakan hampir 700 warga daerah itu tewas dalam serangan Israel. Sementara distrik-distrik di Gaza rata dengan tanah. PBB mengatakan 180 ribu warga Gaza kehilangan rumah mereka, banyak yang berkumpul di jalan-jalan atau berlindung di sekolah-sekolah.
Asap dan api membumbung tinggi di langit sementara pengeboman di jalan-jalan sering kali mempersulit tim darurat mencapai lokasi serangan. Di kamar mayat rumah sakit Khan Younis, Gaza, mayat-mayat dibaringkan di atas tandu dengan nama-nama mereka tertulis di bagian perut.
Petugas medis meminta keluarga korban untuk segera mengambil jenazah karena tidak ada lagi tempat untuk korban tewas. Terdapat banyak korban jiwa di bangunan bekas gedung kota yang dihantam ketika digunakan sebagai tempat penampungan darurat bagi keluarga-keluarga yang mengungsi.
"Ada jumlah martir yang luar biasa, orang-orang masih berada di bawah reruntuhan, beberapa teman menjadi martir atau terluka," kata Ala Abu Tair, yang mengungsi di sana bersama keluarganya setelah melarikan diri dari Abassan Al-Kabira di dekat perbatasan.
"Tidak ada tempat yang aman di Gaza, seperti yang Anda lihat, mereka menghantam di mana-mana," tambah pria berusia 35 tahun itu.