Tafsir Surat Al Hijr Ayat 22 Tentang Proses Turunnya Hujan 

Proses turunnya hujan disebutkan dalam Surat Al Hijr ayat 22.

SPA
Proses turunnya hujan disebutkan dalam Surat Al Hijr ayat 22. Foto: Cuaca mendung di Arab Saudi.
Rep: Andrian Saputra Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hujan yang turun ke bumi adalah rahmat Allah ta'ala. Dan di dalam proses terjadinya hujan terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah ta'ala yang hanya dapat ditangkap oleh orang-orang yang mau berpikir akan ke-Agungan Allah SWT. Allah SWT berfirman: 

Baca Juga


وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ

Artinya: Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya. (Alquran surat Al Hijr ayat 22). 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukil sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT menurunkan hujan seimbang di setiap daerah.

قال يزيد بن أبي زياد عن أبي جحيفة عن عبد الله: ما من عام بأمطر من عام ، ولكن الله يقسمه حيث شاء عاما هاهنا ، وعاما هاهنا. ثم قرأ: وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ  . رواه ابن جرير. 

Artinya: Yazid bin Ziyad berkata diriwayatkan dari Abu Juhaifah dari Abdullah: Tidaklah ada dari tahun yang lebih banyak hujannya dari tahun yang lainnya, akan tetapi Allah membaginya sesuai yang dikehendakiNya di sini setahun dan di sana setahun. Kemudian dia membaca  : wa in min syaiin Illa indana khozaainuhu wa maa nunaziluhu Illa biqodari ma'luum (Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu/Al Hijr ayat 21). Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir (Lihat Tafsir Ibnu Katsir terbitan Maktabah Islamiyyah jilid 4 halaman 429)

Lebih lanjut Ibnu Katsir ketika sampai pada penjelasan kalimat wa arsalnar riyaaha lawaaqih (dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkannya) menjelaskan bahwa maksudnya adalah mengawinkan mendung sehingga menurunkan hujan. 

Lalu pada kalimat fa anzalna minas samai maaan faasqoinaakumuhu (dan kami turunkan hujan dari langit lalu kami beri minum kamu dengan air itu) maksudnya adalah Allah menurunkan hujan kepada makhluknya dengan air yang segar yang dapat diminum. Jika Allah menghendaki maka Allah dapat menjadikan air itu asin. Lalu disambung dengan kalimat wa maa antum lahu bikhoziin (dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya). Ibnu Katsir menukil keterangan Tsufiyan ats Tsauri bahwa jika Allah menghendaki pasti dijadikan air itu mengering dan bilang. Tapi karena kasih sayang Allah, maka Allah menurunkan hujan yang airnya segar dan menyimpannya di dalam mara air, sumur, sungai dan lainnya. 

Dalam tafsir tahlili Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama RI dijelaskan bahwa Allah dengan hujan yang turun itu menghidupkan tanah-tanah yang mati. Sebagaimana dalam Alquran surat Al Furqan ayat 48: 

وَهُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖۚ وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً طَهُوْرًا

Artinya: Dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih. (Surat Al Furqon ayat 48).

Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama RI menjelaskan bahwa Allah menghembuskan angin yang menerbangkan tepung sari dari beragam bunga. Maka hinggaplah tepung sari jantan pada putik bunga, sehingga terjadilah perkawinan yang memunculkan bakal buah, dan buah-buahan menjadi masak terasa yang lezat dan nikmat bagi manusia serta bijinya dapat tumbuh dan berbuah pula di tempat lain.

 

Menurut kajian ilmiah, ayat diatas yakni surat Al Hijr ayat 22 nampaknya memberikan isyarat tentang proses fenomena botanik yang dikenal dengan penyerbukkan atau persarian. Pada tumbuhan berbiji terbuka (gymnospermae) maka penyerbuk-an atau persarian adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) pada liang bakal biji (microphyl) yang berhubungan langsung dengan bakal-biji. 

Sedangkan pada jenis tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), maka penyerbukan atau persarian adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) dari benang sari (stamen) ke kepala putik (stigma). Penyerbukan kemudian diikuti dengan pembuahan atau fertilisasi. Inilah proses perkawinan di dunia botani (tumbuh-tumbuhan).

Penyerbukan memerlukan perantara atau vektor. Berdasarkan perantara atau vektor, maka proses penyerbukan dikelompokkan menjadi penyerbukan oleh angin, air, atau hewan/ serangga. Kalimat dalam ayat diatas yang berbunyi ‘Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan’ mengisyarat-kan peristiwa penyerbukan dengan perantaraan angin, yang dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai anemophily atau anemogamy.

Hembusan angin dapat membersihkan kotoran debu yang hinggap pada batang dan daun tumbuh-tumbuhan, sehingga tumbuh-tumbuhan itu mudah bernafas dan menjadi besar, serta daunnya mudah menyerap sinar matahari yang menambah kekokohan dan kesuburannya.

Hal ini memberikan pelajaran bagaimana manusia membuat perkawinan buatan (al-talqih al-sina'i) pada berbagai macam pohon bunga dan buah-buahan. Dengan cara itu dapat dihasilkan bunga dengan buah yang banyak. Bahkan dengan perkawinan silang antar beberapa jenis buah, dapat dihasilkan bunga yang lebih indah dan lebih banyak warna, serta buah yang lebih lezat atau lebih besar ukurannya.

Dari perkawinan buatan pada tumbuh-tumbuhan, manusia kemudian dapat mengembangkan perkawinan buatan pada beberapa binatang ternak seperti sapi, kambing, kuda, dan lain-lain. Perkawinan buatan ini menghasilkan ternak yang lebih besar dan banyak dagingnya, serta lebih tahan terhadap penyakit. 

Demikian jika manusia mau belajar dari petunjuk-petunjuk Allah dalam ayat-ayat Alquran. Nikmat Allah SWT yang lain yang berhubungan dengan air yang diturunkan-Nya dari langit sebagaimana tersebut dalam ayat ini ialahAllah menurunkan hujan dari langit, kemudian air itu dijadikan bagi manusia sebagai minuman yang dapat melepaskan dahaga, sebagaimana firman Allah SWT:

اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ ٦٨ ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ ٦٩ لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ ٧٠

Artinya: Pernahkah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami menjadikannya asin, mengapa kamu tidak bersyukur? (Surat Al Waqiah ayat 68-70).

Dalam Al Hijr ayat 22 ditegaskan bahwa Allah yang mengatur air hujan kapan diturunkan dan di kawasan mana sesuai dengan kehendak-Nya. Akan tetapi, manusia bertugas mengatur pemakaian dan penyimpanan air di bumi supaya hujan yang merupakan rahmat itu tidak berubah menjadi bencana. Dengan kehendak-Nya, Allah menganugerahkan air kepada manusia, sehingga mereka dapat minum, mencuci, mengairi sawah dan ladang, dan memberi minum binatang ternak. Air itu mengairi sungai-sungai, danau-danau, dan lautan yang dapat dilayari manusia dan menjadi salah satu sumber rezeki dan kehidupan yang tidak habis-habisnya. Jika Allah SWT menghendaki, disimpan-Nya air itu di dalam tanah atau di perut bumi yang dapat digali dan dipompa oleh manusia yang memerlukannya, terutama pada musim kemarau. 

Hal ini diterangkan Allah swt dalam firman-Nya yang lain

وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۢ بِقَدَرٍ فَاَسْكَنّٰهُ فِى الْاَرْضِۖ وَاِنَّا عَلٰى ذَهَابٍۢ بِهٖ لَقٰدِرُوْنَ ۚ ١٨

Dan Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan pasti Kami berkuasa melenyapkannya. (Surat Al Muminun ayat 18).

 

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler