Dalam 2 Hari, 2 Mahasiswa Semarang Bunuh Diri, Ini Reaksi Wali Kota
Wali Kota Semarang duga kedua mahasiswa yang bunuh diri punya masalah pribadi.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengaku sangat prihatin dengan kejadian dua kasus dugaan bunuh diri yang dilakukan mahasiswa di Semarang. Mahasiswa yang berasal kampus berbeda ini melakukan bunuh diri dalam waktu dua hari belakangan.
"Kami juga prihatin atas persoalan ini. Harapan saya, mari kita bersama-sama mencoba meminimalisasi persoalan seperti ini," kata Ita, sapaan akrab Hevearita di Semarang, Kamis (13/10/2023).
Dua kasus dugaan bunuh diri terjadi di Semarang, pertama dilakukan NJW (20) warga Ngaliyan, Semarang, mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri yang ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang, Selasa (10/10/2023). Kasus kedua, seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang berinisial EN (24) warga Kapuas, Kalimantan Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya, Rabu (11/10/2023).
Dari kedua kasus dugaan bunuh diri itu, kepolisian menemukan surat wasiat yang diduga ditulis oleh yang bersangkutan sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. "Kalau saya melihat kasus ini, yang katanya ada surat dan sebagainya ini, kan artinya mereka mempunyai permasalahan dalam internal keluarga atau kehidupan pribadi," katanya.
Menurut dia, Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) sebenarnya sudah memiliki layanan konseling, tetapi fokusnya memang pada penanganan kasus kekerasan rumah tangga dan perundungan anak. Meski begitu, Ita akan berupaya mencari solusi atas persoalan tersebut dengan menggandeng berbagai pihak, seperti organisasi kemasyarakatan, kampus, dan organisasi kepemudaan.
"Untuk persoalan pada kasus mahasiswa, memang perlu dicari solusi bagaimana peran pemerintah, dari perguruan tinggi, dan lingkungan sekitarnya. Kita semua bisa berkolaborasi mencari solusi dalam masalah ini," katanya.
Minta seluruh pihak peduli...lanjutkan membaca>>
Ita juga mengajak seluruh pihak untuk peduli, termasuk perguruan tinggi, pemilik indekos, masyarakat sekitar, hingga kawan-kawan sebaya untuk mencegah terjadinya kasus serupa. "Jika ada persoalan pada para pelajar, mahasiswa, mungkin mereka memiliki problem yang tidak bisa terpecahkan, pihak kampus mesti tahu, bapak ibu kosnya juga bisa lebih mengerti, teman-teman di lingkungannya memahami," katanya.
Apalagi, kata dia, mahasiswa yang berkuliah di kampus-kampus di Kota Atlas tidak hanya warga Semarang, tetapi kebanyakan justru merantau dari daerah lain yang indekos atau tinggal sementara. Selain itu, Ita juga mengingatkan pentingnya peran orang tua dan keluarga untuk lebih peka dalam memperhatikan perkembangan putra-putrinya yang beranjak dewasa, terutama terkait kesehatan mentalnya.
"Kami harapkan peran orang tua harus memperhatikan kepada putra-putrinya meski mereka sudah beranjak dewasa. Orang tua mesti harus peka untuk memperhatikan perkembangan putra-putrinya," katanya.