Perintah Evakuasi 'Paksa' Warga Gaza Dinilai Mustahil dan Melanggar Aturan
Evakuasi paksa merupakan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan, perintah Israel kepada warga di Jalur Gaza agar mengungsi dari wilayah utara ke selatan guna terhindar dari serangan udara, dapat dikategorikan pemindahan paksa penduduk sipil. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional.
“Dengan perintah ini, pasukan Israel melancarkan pemindahan paksa massal lebih dari 1,1 juta orang dari kota Gaza dan seluruh bagian utara Jalur Gaza,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard, dikutip laman kantor berita Palestina WAFA, Sabtu (14/10/2023).
Amnesty International turut menyoroti tenggat waktu 24 jam yang diberikan Israel kepada warga di Jalur Gaza untuk mengungsi dari wilayah utara ke selatan. Menurut Amnesty, hal itu mustahil dilakukan.
“Hal ini telah menebarkan kepanikan di kalangan masyarakat dan menyebabkan ribuan pengungsi Palestina kini tidur di jalanan, tidak tahu ke mana harus melarikan diri atau ke mana mereka dapat menemukan keselamatan di tengah kampanye pemboman yang tiada henti oleh Israel dan tindakan hukuman kolektif yang tanpa ampun. Perintah ini harus segera dibatalkan," ujar Callamard.
Meskipun sudah ada perintah untuk mengungsi, Amnesty memperingatkan bahwa Israel tidak bisa serta merta menjadikan wilayah utara Jalur Gaza menjadi zona tembak menembak.
“Sekutu Israel dan negara-negara donor harus segera menyerukan agar hukum kemanusiaan internasional dihormati dan warga sipil dilindungi. Warga sipil di Gaza tidak boleh dijadikan pion politik dan kehidupan mereka tidak boleh diremehkan,” kata Callamard.
Callamard juga mendesak masyarakat internasional untuk tidak melegitimasi lebih lanjut blokade ilegal Israel terhadap Jalur Gaza yang sudah berlangsung selama 16 tahun. Hingga berita ini ditulis, jumlah warga Palestina di Jalur Gaza yang meninggal akibat agresi Israel sudah mencapai sedikitnya 2.215 jiwa. Sementara korban luka lebih dari 8.700 orang.
Pertempuran terbaru antara Israel dan kelompok Hamas yang mengontrol Jalur Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 lalu. Eskalasi dimulai ketika ratusan anggota Hamas berhasil melakukan infiltrasi ke wilayah Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza. Infiltrasi dilakukan sesaat setelah Hamas meluncurkan ribuan roket ke wilayah Israel. Ratusan anggota Hamas yang berhasil memasuki wilayah Israel kemudian melakukan serangan ke beberapa kota di dekat perbatasan Gaza.
Anggota Hamas dilaporkan melakukan penyerbuan ke 22 lokasi di Israel, termasuk kota-kota dan komunitas kecil sejauh 24 kilometer dari perbatasan Gaza. Ketika mundur, mereka menahan sejumlah warga untuk dijadikan sandera. Jumlah warga Israel yang disandera dilaporkan antara 100 hingga 150 orang.
Hamas menyebut serangan roket dan infiltrasi ke Israel sebagai Operation Al Aqsa Flood. Mereka mengatakan, operasi itu diluncurkan sebagai respons atas penyerbuan ke Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan pemukim. Hingga berita ini ditulis, sedikitnya 1.200 warga Israel telah tewas akibat operasi Hamas.
Merespons operasi serangan Hamas, Israel meluncurkan Operation Swords of Iron dan membombardir Jalur Gaza. Target utamanya adalah markas atau situs lainnya yang berkaitan dengan Hamas. Namun bangunan-bangunan penduduk turut terimbas serangan udara Israel.
- Palestina
- pejuang hamas
- perang hamas dan israel
- perang hamas israel
- perang timur tengah
- hamas serang israel
- palestina israel
- pendudukan israel
- konflik palestina israel
- serangan hamas
- palestina merdeka
- solusi dua negara
- Operation Al Aqsa Flood
- Operasi Pedang Besi
- Operation Swords of Iron
- evakuasi warga gaza
- evakuasi paksa warga gaza
- operasi badai al aqsa