Mengapa Kiblat Berubah dari Yerusalem ke Makkah? (Bagian 2-Habis)
Pergantian kiblat merupakan pernyataan Tuhan atas kesempurnaan agama.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap mendirikan sholat, umat Islam mungkin mengatakan bahwa mereka melakukan perjalanan spiritual ke Ka’bah di Makkah, seperti yang dilakukan Nabi SAW pada Perjalanan Malamnya (Isra') ke Yerusalem.
Dan dari Ka’bah, ruh kita bergerak ke atas menuju Allah SWT seperti halnya Nabi SAW pada saat Mi'raj dari Yerusalem menuju langit ketujuh. Jadi bagi seorang jamaah yang shaleh dan ikhlas, setiap Sholat yang ia laksanakan seolah-olah melibatkan Isra dan Mi'raj.
Selama Kenaikannya (Mi'raj), dalam pengalaman mistik yang memiliki makna spiritual yang luar biasa, Nabi Muhammad SAW memimpin semua nabi sebelumnya dalam sholat di masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Ini adalah peristiwa luar biasa yang melambangkan tidak hanya kesatuan kedua rumah ibadah, Ka’bah dan Al-Aqsa, tetapi juga kesatuan bimbingan Allah yang diberikan melalui para nabi.
Yerusalem melambangkan garis keturunan Ishak, sedangkan Makkah melambangkan garis keturunan Ismail. Hal ini menyoroti pentingnya kedua kota yang berfungsi sebagai kiblat umat Islam: Pertama Yerusalem dan kemudian Makkah.
Nabi terakhir yang lahir dari garis keturunan Ismail, putra pertama Ibrahim, di Makkah diperintahkan untuk kembali ke Yerusalem untuk sholat; dan kemudian sebagai titik balik yang signifikan dalam proses penyelesaian agama Islam, Allah meminta Nabi Muhammad SAW untuk mengunjungi rumah Allah yang pertama di Makkah untuk beribadah.
Dan Allah berfirman di dalam Alquran:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: "Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menetapkan kiblat (Baitulmaqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS Al-Baqarah [2]:143)
Nabi umat manusia...
Nabi untuk Seluruh Umat Manusia
Umat Muslim percaya bahwa Nabi Muhammad tidak lagi dianggap sebagai nabi hanya untuk suatu daerah, ras atau bangsa saja. Sebaliknya, beliau adalah nabi bagi seluruh umat manusia; dan komunitas orang-orang beriman akan menjadi negara tengah yang seimbang dengan Makkah sebagai pusatnya.
Yerusalem, yang mewakili versi agama sebelumnya, bukan lagi kiblat. Makkah, mewakili bapak umat manusia, Ibrahim dan semua anak-anaknya, harus diakui sebagai pusat agama Tuhan yang sempurna.
"Artinya, pergantian kiblat mempunyai arti yang jauh lebih penting daripada yang dipahami kebanyakan orang pada saat itu," kata Prof Shahul Hameed
Menurut Alquran, Nabi Muhammad dan para pengikutnya dinobatkan sebagai umat terbaik dan juga masyarakat yang adil dan seimbang, yang berhak memimpin seluruh umat manusia ke jalan Allah.
Artinya, pergantian kiblat merupakan pernyataan Tuhan atas kesempurnaan agama pertama sebagai agama final bagi umat manusia. Melalui dua peristiwa mistik dalam kehidupan rasul terakhir, Muhammad, Allah melengkapi dan menyempurnakan agama bagi umat manusia dan mendeklarasikan Ka’bah di Makkah sebagai pusat dunia sekaligus agama-Nya.