Uskup Agung: Ada Perintah Evakuasi dari Israel Sebelum Pengeboman RS Al Ahli Gaza

Israel menolak bertanggung jawab atas ledakan di rumah sakit itu.

EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Seorang anak ditemukan dari puing-puing bangunan tempat tinggal yang rata akibat serangan udara Israel, di kamp pengungsi Khan Younis di Jalur Gaza selatan, 19 Oktober 2023.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Beberapa hari sebelum serangan ke Rumah Sakit Al-Ahli Baptist di Gaza yang menewaskan ratusan orang, Gereja Anglikan di Yerusalem menerima tiga perintah evakuasi dari Israel. Sedikitnya 471 warga Palestina gugur dalam serangan udara Israel ke rumah sakit tersebut pada Selasa malam, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Israel menolak bertanggung jawab atas serangan tersebut meski bukti forensik dan tak langsung menunjukkan sebaliknya. "Kami mendapat tiga perintah untuk tinggalkan rumah sakit pada Sabtu, Ahad, dan Senin. Rumah sakit dibom pada Selasa," kata Uskup Agung Hosam Naoum saat konferensi pers, Rabu (18/10/2023).

"Hampir semua perintah ini disampaikan lewat telepon," katanya.

Naoum menyebut ledakan di rumah sakit itu sebagai kejahatan dan pembantaian. "Kami selaku pemimpin gereja selalu mengingatkan kekerasan akibat konflik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina saat ini," katanya.

Saat ditanya siapa pihak yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut, Naoum mengatakan, "Apa yang kami tahu adalah apa yang kami lihat di televisi dan kami bukan pakar militer yang menentukan pihak tersebut."

"Setidaknya kami tahu bahwa banyak bangunan, rumah dan banyak tempat yang dibombardir dalam penyerbuan oleh Israel," katanya, merujuk pada Gaza, di mana rumah sakit itu berada.

"Ini adalah fakta-fakta di lapangan," kata Naoum.

Israel menolak bertanggung jawab atas ledakan di rumah sakit itu, tetapi militer yang memerintahkan evakuasi persis sebelum Selasa memperkuat dugaan bahwa Israel adalah pelakunya. Rumah sakit tersebut dikenal sebagai rumah sakit Baptist karena alasan sejarah dan berada di bawah naungan Gereja Anglikan atau Gereja Inggris sejak awal 1980-an.

Konflik Palestina-Israel meletus kembali pada 7 Oktober ketika kelompok Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Badai Al Aqsa. Dalam operasi tersebut dilakukan serangan mendadak dari segala penjuru termasuk menembakkan roket dan menyusupkan anggotanya ke wilayah Israel lewat jalur darat, laut dan udara.

Hamas mengungkapkan operasi tersebut adalah balasan atas penyerbuan Israel terhadap Masjid Al Aqsa di wilayah pendudukan Yerusalem Timur dan peningkatan kekerasan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina.

Militer Israel kemudian melancarkan Operasi Pedang Besi untuk menyerang Hamas di Jalur Gaza. Gaza saat ini mengalami krisis kemanusiaan yang parah lantaran tidak ada listrik, air, makanan, bahan bakar, dan hampir kehabisan obat-obatan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan gencatan senjata segera guna meringankan penderitaan manusia yang luar biasa. Sedikitnya 3.478 warga Palestina gugur akibat serangan-serangan Israel ke Gaza. Sementara itu, lebih dari 1.400 warga Israel tewas sejak awal konflik.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler