Perjanjian Salahuddin Al Ayyubi dengan Raja Richard tentang Baitul Maqdis

Salahuddin Al Ayyubi terus memperkuat pertahanan kita Baitul Maqdis.

Dok Republika.co.id
Ilustrasi.
Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah pasukan perang Salib mengalami kekalahan dalam perang Hittin, mereka berupaya mencari target wilayah jajahan lainnya. Arce yang menjadi kota terpenting penjajahan bangsa Frank di timur kembali dikuasai oleh pasukan Salib.

Kemudian, kota itu menjadi pusat pemerintahan semua kota yang dijajah oleh pasukan Salib sebagai pengganti Al Quds. Antara kota yang berada di bawah naungan Acre adalah Haifa dan Caesarea.

Pasukan Salib mau mengejar kemenangan lain daripada pihak Islam, tetapi perpecahan dalam merusak hubungan mereka sehingga raja Prancis kembali ke negerinya. Maka, raja Richard memerintah seorang diri dua kota, yaitu Arsuf dan Jaffa (saat ini Tel Aviv).

Kota Arsuf diperoleh selepas melalui pertempuran sengit yang dimenangi oleh Richard. Selepas kemenangan itu, raja Richard berniat lagi mengambil kembali Baitul Maqdis.

Baca Juga



Mengetahui itu, Salahuddin Al Ayyubi terus memperkuat pertahanan kita Baitul Maqdis. Ia berupaya memperkukuh tentara laut yang besar bagi melindungi kota-kota lain di sekelilingnya.

Richard terpaksa melupakan niatnya seiring niatnya untuk memilih kembali ke negerinya. Sehingga muncul perjanjian damai Ramallah pada 2 September 1192 M yang bertepatan dengan tahun 588 H.

Perjanjian itu menguatkan pernyataan bahwa pasukan Salib akan memiliki sebuah daerah di kawasan pesisir dari Tyre hingga Jaffa yang meliputi kota-kota Caesarea, Haifa, dan Arsuf. Manakala Ashkelon tetap berada di tangan orang Islam.

Sementara itu, di kota lain yaitu Ramallah dan Lod dibagi antara pihak Islam dan pasukan Salib. Salahuddin mau kerajaan Ismailiyah dimasukkan dalam perjanjian, sedangkan pasukan Salib mau kota Antioch dan Tripoli juga dimasukan dalam perjanjian. Para panglima Hospitaller, panglima Templar dan semua panglima pasukan Frank pun setuju dengan perjanjian itu.

Tempat-tempat suci tetap berada di tangan orang Islam. Tetapi semua penganut Kristen diberikan izin menziarahi Baitul Maqdis tanpa bayaran. Perjanjian itu disepakati dan berlaku selama tiga tahun tiga bulan.

Ketika menandatangani perjanjian itu raja Richard diwakili oleh Henry de Champagne, Balian II de Ibelin dan Unfoy IV de Torun. Pihak Islam diwakili oleh kedua putra Salahuddin, yaitu Al Afdhal dan Az Zahir serta saudara kandungnya Al Adil dan beberapa pegawai kerajaan Ayyubiyah.

Sumber: Atlas Perang Salib karya Sami bin Abdullah Al Maghluts, 2014.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler