Beda Perlakuan Salahuddin Al Ayyubi dan Pasukan Salib Ketika Menaklukkan Yerusalem
Salahuddin Al Ayyubi berjasa mengembalikan Yerusalem ke pangkuan Islam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 1099, pasukan salib menaklukkan Yerusalem setelah pengepungan selama lima pekan. Ketika memasuki Yerusalem, pasukan Salib melakukan hal yang sangat biadab.
Mereka menghabisi kaum Muslim dan Yahudi dengan pedang. Tercatat dalam dua hari, pasukan Salib membunuh sekitar 40 orang Islam dengan cara yang keji.
Kedamaian dan ketertiban Palestina, yang telah berlangsung sejak sahabat Umar bin Khattab menaklukkan Palestina, seketika berakhir dengan pembantaian-pembantaian yang sangat mengerikan. Dengan penaklukan ini, pasukan Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota kerajaan Katolik baru yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah.
Penguasaan pasukan Salib atas Palestina rupanya tidak berlangsung lama. Tak sampai satu abad atau tepatnya pada tahun 1187, Palestina kembali ke tangan kaum Muslim.
Salahuddin Al Ayyubi adalah orang yang paling berjasa mengembalikan Yerusalem ke pangkuan Islam. Secara bertahap, kaum Muslim kembali menguasai kawasan ini. Serangan kaum Muslim dilakukan melalui tiga fase.
Pertama, kurun waktu 1099-1146 pada saat kepemimpinan kaum Muslim berada di bawah dinasti Saljuk Turki. Saat itu pemegang otoritas Suriah yang bermaksud membentuk imperium kecil sendiri melakukan serangan kepada pasukan-pasukan Salib.
Pertama kali dilakukan oleh Maudud tetapi menemui kegagalan. Pada 1128, serangan-serangan yang dilakukan baru mulai menampakkan hasil.
Di bawah kendali Gubernur Mosul... (baca halaman berikut)
Di bawah kendali Gubernur Mosul yang bernama Zengi, Aleppo berhasil direbut. Setelah itu, Edessa ditundukkan pada 1144. Zengi sendiri meninggal dunia dua tahun kemudian dan digantikan oleh Nur Al Din.
Kedua, proses perebutan kembali Yerusalem dari tangan pasukan Salib. Target Nur Al Din adalah menaklukkan Damaskus karena dipandang dapat menjadi pembuka jalan untuk merebut Yerusalem.
Pada 1147, ia membantu penduduk setempat dari kepungan pasukan Salib pada pertempuran Perang Salib jilid II. Akhirnya, pada 1154 sebuah pemberontakan lokal memaksa para gubernur Saljuk dan masyarakat umum kota tersebut menyerahkan Damaskus kepada Nur Al Din. Nur Al Din berhasil membangkitkan kembali semangat antipasukan Salib setelah Damaskus ia kuasai.
Pada periode ini terjadi beberapa kali perang salib antara pasukan Nur Al Din dan pasukan salib Eropa, tetapi belum mampu menguasai kembali Yerusalem. Ketika Nur Al Din berhasil mengambil alih kekuasaan Mesir dari Dinasti Fatimiyyah melalui tangan Salahuddin Al Ayyubi, Mesir dan Suriah bersatu di bawah sebuah kekuasaan. Kondisi ini tentu semakin membuka kesempatan dan membentangkan jalan kepada kaum Muslim guna menaklukkan Yerusalem.
Ketiga, penyatuan Mesopotamia dan Mesir menandai fase ini. Dari Mesir, Salahuddin kemudian berhasil merebut Damaskus pada 1174, lalu Aleppo pada 1183 dan Mosul tiga tahun kemudian.
Setelah semua daerah yang mengelilingi Palestina sudah benar-benar dapat disatukan, akhirnya pada 1187, Salahuddin berhasil mengalahkan pasukan Salib melalui perang Hittin. Inilah akhir pendudukan bangsa Latin di Yerusalem. Setelah itu, Salahuddin Al Ayyubi mendirikan Dinasti Ayyubiyah yang berpusat di Palestina.
Apa yang dilakukan Salahuddin Al Ayyubi...
Apa yang dilakukan Salahuddin Al Ayyubi ketika masuk ke Yerusalem sebagai tanda kemenangan atas pasukan Salib jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pasukan Salib sebelumnya. Pada 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk.
Salahuddin menepati janjinya dan menaklukkan kota itu sesuai dengan cita-cita tertinggi Alquran. Ia tidak membalas dendam atas pembantaian tahun 1099.
Pada 1514, Palestina beralih kekuasaan ke tangan Turki Utsmani. Sejak saat itu sampai dengan berada di bawah kekuasaan protektorat Inggris pasca-Perang Dunia I nanti, Palestina berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani.
Layaknya negara-negara lain yang berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani, pada masa-masa ini orang-orang Palestina menikmati kedamaian dan stabilitas meskipun ada pemeluk tiga keyakinan berbeda yang hidup berdampingan satu sama lain.
Sumber: Hamas, Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel, penulis: Bawono Kumoro, penerbit: Mizan Pustaka, 2009, halaman 36-39.