Israel Gunakan Robot dan Drone untuk Mengintai Terowongan Hamas

Pada 2014 Israel berusaha menghancurkan sistem terowongan Hamas namun gagal.

AP
Terowongan bawah tanah Gaza-Israel
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Militer Israel berencana melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza. Pasukan Israel kemungkinan besar akan menghadapi pertempuran berdarah melalui terowongan yang dikenal sebagai 'Metro Gaza' saat mereka melancarkan invasi darat. 

Baca Juga


Jaringan terowongan tersebut diperkirakan memiliki panjang ratusan mil dan padat dengan jebakan. Upaya besar terakhir Israel untuk menghancurkan sistem terowongan Hamas ini terjadi pada Operation Protective Edge pada 2014. Namun, operasi itu gagal dan Hamas membangun kembali jaringan terowongannya.

Agar kegagalan Operation Protective Edge pada 2014 tak terulang, Israel akan menggunakan robot dan drone untuk membantu menavigasi terowongan. Namun, sejauh ini terdapat kesulitan dalam mengoperasikan robot maupun drone di terowongan tersebut.

Beberapa robot akan dikendalikan oleh kabel yang keluar dari bagian belakang perangkat. Sementara robot yang lain akan bergantung pada gelombang radio standar, tapi memerlukan serangkaian mode pengulang yang diturunkan dalam perjalanan karena sinyal radio menurun dengan cepat di bawah tanah.

Drone mikro untuk pengintaian, yang dapat digenggam dalam genggaman tangan, juga dapat digunakan. Namun, drone akan mengalami dampak yang sama ketika sinyal radio melemah.

Perusahaan teknologi Roboteam yang berbasis di Israel telah mengembangkan IRIS, sebuah drone kecil yang dapat dilempar dan dapat digerakkan dengan roda besar melalui kendali jarak jauh.

Robot ini dikenal sebagai throwbot. Robot tersebut dapat meneruskan gambar kembali ke pengontrol, dan mengoperasikan perangkat dari posisi aman.

Beberapa perangkat mungkin memiliki senjata yang terpasang sehingga jika ada kombatan musuh yang terlihat, pengontrolnya dapat meledakkan bahan peledak. Bersamaan dengan IRIS, mereka telah mengembangkan MTGR, yaitu sebuah robot darat taktis mikro yang dapat menaiki tangga dan dirancang untuk dioperasikan oleh tentara di gedung dan gua.

Mantan mayor Amerika Serikat (AS) yang memimpin studi peperangan perkotaan di Modern War Institute di West Point, John Spencer mengatakan, pertempuran bawah tanah lebih seperti pertempuran di bawah air daripada pertempuran di dalam gedung.

“Tidak ada sesuatu pun yang digunakan di permukaan yang bekerja dengan cara yang sama atau dengan efisiensi yang sama di bawah tanah. Peralatan khusus diperlukan untuk melihat, bernapas, bernavigasi, memetakan ruang angkasa, berkomunikasi, dan menggunakan alat-alat mematikan," ujar Spencer, dilansir The Telegraph, Rabu (25/10/2023).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler