UGM Larang Dosen Killer di Lingkungan Kampus 

UGM sudah memiliki mekanisme yang dapat membarikade potensi masalah kesehatan mental.

Yusuf Assidiq
Kampus UGM Yogyakarta.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Wening Udasmoro, menyebut kerentanan kesehatan mental di kalangan remaja dan mahasiswa sebagai fenomena gunung es yang perlu dimitigasi secara nasional. Menurut dia, persoalan yang kerap dihadapi remaja yang mengalami masalah kesehatan mental lebih banyak berasal dari keluarga daripada kampus.

“Saya melihat dari tahun ke tahun ya, dan ini menurut saya tahun-tahun terburuk. Persoalan kesehatan mental ini, kerentanan mahasiswa dan sebagainya, ini tahun-tahun yang terburuk. Jadi ini betul-betul secara nasional ini harus menjadi gerakan bersama, tidak malu-malu lagi,” ujar Wening dalam diskusi yang digelar secara hibrida, dikutip pada Selasa (31/10/2023).

Dia menyampaikan, yang semakin banyak terjadi di dalam masyarakat saat ini bukan hanya peristiwa bunuh diri saja, tetapi juga percobaan atau upaya bunuh diri. Di samping itu, semakin banyak juga kasus-kasus bipolar dan kasus kesehatan mental, bahkan ada yang terjadi sejak masa sekolah dasar (SD). Sebab itu, solusi untuk menangani hal itu dia nilai penting untuk lekas dicari.  

"Saya kira solusi ini dapat dilakukan dari berbagai sisi. Secara individu ada penguatan dari keluarga, institusi-institusi pendidikan terkait dengan kami di UGM, negara, dan saya kira harus secara komprehensif, harus ada betul-betul mitigasi yang komprehensif dari negara,” kata dia.

Wening menerangkan, berdasarkan temuan empiris, persoalan yang sering dihadapi oleh remaja yang mengalami masalah kesehatan mental sejatinya lebih banyak yang berasal dari keluarga. Contohnya, tekanan dari keluarga untuk anak itu menjadi yang terbaik di kelas. Tekanan itu dia sebut membuat anak muda betul-betul merasa harus jadi yang terbaik di tengah banyaknya anak muda lain yang berpikiran sama.

Contoh persoalan lain... 

 

 

Contoh persoalan lain yang banyak datang dari keluarga, yakni anak menjadi korban kekerasan dalam keluarga, baik korban kekerasan dari ayah maupun ibu. Bentuk kekerasan yang diterima bermacam-macam, bisa kekerasan verbal, kekerasan psikologis, dan juga kekerasan fisik, dan bahkan kekerasan seksual. Meskipun kekerasan itu tak langsung menyasar sang anak, dengan menjadi saksi kekerasan saja membuat anak itu trauma.

Menurut Wening, persoalan yang berasal dari kampus, yang mengakibatkan masalah kesehatan mental remaja atau mahasiswa terganggu, jumlahnya lebih sedikit. Meski begitu, persoalan-persoalan itu tetap menjadi perhatian pihak kampus di UGM. Misalnya, menangani masalah yang diakibatkan oleh dosen yang keras kepada mahasiswa atau biasa disebut dosen killer.

"Dosen yang kalau zaman dulu yang galak, ini sekarang nggak boleh lagi di UGM. Kami sangat concern dengan ini. Jadi kami mempromosikan memang betul-betul suasana yang nyaman,” ucap Wening.

Persoalan lain yang terjadi di lingkungan kampus dia sebut biasanya berkaitan dengan peer group atau kelompok sang mahasiswa. Di mana, biasanya persoalan itu muncul akibat adanya kompetisi di dalam kelas, perseteruan antarindividu, menjadi korban hubungan tidak sehat dalam pacaran, dan merasa tidak mampu menerima pelajaran di dalam kelas.

Sebab itu, kata dia, UGM sudah memiliki sejumlah mekanisme yang dapat membarikade potensi masalah kesehatan mental di lingkungan kampus. Di mana, pilar-pilar barikade itu dibentuk berdasarkan peraturan yang ada dalam rencana strategis rektor UGM 2022-2027, yakni memujudkan kampus yang sehat, aman, ramah lingkungan, berbudaya, dan bertanggung jawab secara sosial.

"Satu pilar dari renstra ini yang kami gunakan kemudian untuk membuat aspek-aspek mitigatif,” terang dia.

Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam mengatakan, mahasiswa dan dosen yang depresi hingga bunuh diri sejatinya dapat dicegah dengan menciptakan kampus yang sehat, aman, dan nyaman. Di mana, ada saling asah, asih, dan asuh di antara seluruh civitas academica. 

Baca Juga



"Itu harusnya tidak terjadi ketika kita saling peduli, kita saling asah, asih, dan asuh," ujar Nizam dalam diskusi yang sama.

Sementara itu, Direktur Utama... 

 

Sementara itu, Direktur Utama PKJN RSJMM Nova Riyanti Yusuf menerangkan, Indonesia masih memiliki tantangan dalam pengembangan program kesehatan jiwa, seperti regulasi yang masih ambigu, kekurangan data, dan keterbatasan anggaran. Dari data yang dia sampaikan, terjadi tren peningkatan perilaku self harm atau menyakiti diri sendiri. 

“Tahun 2000, 6,5 persen. Tahun 2019 meningkat menjadi 8,1 persen. Jadi ada peningkatan untuk gangguan mental, neurologis, penyalahgunaan zat, dan self harm. Self harm berarti menyakiti diri sendiri,” ucap Nova.

Berdasarkan data dari kepolisian yang Nova paparkan, pada 2022 memang terjadi peningkatan jumlah kasus bunuh diri di sejumlah provinsi di Indonesia jika dibandingkan tahun 2021. Jumlah kasus bunuh diri terbanyak tercatat di Provinsi Jawa Tengah, dari sebelumnya 232 kasus pada 2021 menjadi 380 kasus pada 2022.

 “Ada dua kemungkinan kenapa tertinggi Jawa Tengah. Dia rajin mendata. Justru dia rajin mendata dan Jawa Tengah yang jangan-jangan yang punya awareness tinggi tentang mental health. Kemudian yang kedua ya ada hal lain,” ujar Nova.

Dia menjelaskan PKJN RSJMM bertanggung jawab sebagai koordinator nasional untuk pengampuan dan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia. Di mana, pengembangan layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas merupakan salah satu tujuan utama saat ini. 

“Pengembangan layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas merupakan salah satu tujuan utama saat ini,” ujar dia. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler