Soal Wacana Pengajuan Hak Angket Putusan MK, Ini Kata Cak Imin
Cak Imin percayakan soal sidang etik hakim MK ke Majelis Kehormatan.
Republika/ Eva Rianti
Rep: Eva Rianti Red: Teguh Firmansyah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menanggapi ihwal wacana pengajuan hak angket dari parlemen atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres. Imin mengaku wacana itu dikembalikan ke masing-masing anggota dewan.
Baca Juga
"Kita belum tahu, itu hak pribadi-pribadi kan. Kita serahkan sepenuhnya kepada pribadi-pribadi anggota karena sifat usulan itu bukan berdasatkan partai ataupun fraksi, tapi jumlah anggota yang mengusulkan," kata Imin kepada wartawan di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Namun, Wakil Ketua DPR RI tersebut tidak menjelaskan mengenai pandangan pribadinya tentang wacana hak angket tersebut.
Saat ditanya ihwal pemeriksaan para hakim MK oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK), Imin mengaku memercayakan persoalan itu kepada MKMK sebagai pihak yang berwenang menyelidikinya. Dia meyakini Ketua MKMK Jimly Asshidiqie mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan seadil-adilnya.
"Ya sepenuhnya kita serahkan kepada Pak Jimly dan mahkamah etik MK yang tentu mereka beliau-beliau itu orang yang kita percaya," ujar bacawapres dari Koalisi Perubahan yang akan maju dalam Pilpres 2024 bersama bacapres Anies Baswedan itu.
Sebelumnya diketahui, putusan MK soal batas usia capres-cawapres 40 tahun pada 16 Oktober 2023 masih memicu polemik. Hal itu karena terbukti muncul pendapat jika putusan MK yang membolehkan kepala daerah berusia di bawah 40 tahun maju sebagai cawapres dianggap melanggengkan kekuasaan dinasti Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Politikus Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Yusuf Lakaseng mendorong agar DPR RI membikin hak angket terhadap putusan MK tersebut.
"Menurut saya semestinya parlemen harus bikin hak angket terhadap situasi MK," kata Yusuf dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk 'Suhu Politik Pasca Putusan MK' secara daring di Jakarta, Sabtu (28/10/2023).
Yusuf menyampaikan, putusan MK yang akhirnya melanggengkan putra sulung Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka maju menjadi cawapres dari Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2024, merupakan hasil yang provokatif.
"Ini keputusan yang memprovokasi, maksudnya memprovokasi pemilu ini menjadi pemilu yang semrawut, bisa ada kerusuhan. Bayangkan saja ya, ini kan by design, dari usulan perpanjangan, tiga periode, sampai peristiwa MK. Ini adalah satu kesatuan operasi politik yang terencana," kata Yusuf.
Wacana pengajuan hak angket tersebut menguak di Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 pada Selasa (31/10/2023). Anggota DPR RI Fraksi PDIP Masinton Pasaribu rapat paripurna dengan mengkritik MK saat ini yang dipermainkan oleh pragmatisme politik.
Menurutnya, putusan MK terkait syarat menjadi capres-cawapres pada 16 Oktober lalu telah menciderai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tak segan, ia menyebut MK saat ini menjadi bagian dari tirani politik.
"Konstitusi adalah roh dan jiwa semangat semua bangsa, tapi apa hari ini yang terjadi, ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya itu adalah tirani konstitusi," ujar Masinton dalam interupsinya di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler