MAKI: Polisi Bisa Jemput Paksa dan Langsung Tetapkan Firli Jadi Tersangka
MAKI sebut polisi sudah bisa menjemput paksa dan menetapkan Firli sebagai tersangka.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidik Polda Metro Jaya dapat menjemput paksa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri jika kembali mangkir dari pemeriksaan kedua terkait kasus dugaan pemerasan dan dugaan penerimaan gratifikasi yang saat ini dalam penyidikan. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, bahkan penyidik kepolisian dapat langsung menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka kasus yang dilaporkan oleh eks menteri pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo tersebut.
“Kalau Pak Firli tidak datang lagi ke pemeriksaan di Polda Metro Jaya, itu berarti sangat merugikan baginya. Karena penyidik kepolisian, bisa melakukan jemput paksa, dan bisa langusng gelar perkara tanpa harus kehadiran Pak Firli menetapkan tersangka,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Tim Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menjadwalkan pemeriksaan lanjutan terhadap Firli Bahuri pada Selasa (7/11/2023). Pemeriksaan tersebut adalah yang kedua. Firli saat ini masih sebagai saksi terlapor.
Pemeriksaan, pertama terhadapnya sudah dilakukan pada Selasa (24/10/2023) lalu. Namun, pemeriksaan pertama ketika itu, pun sebetulnya berawal dari jadwal permintaan keterangan yang seharusnya dijalani Firli pada Jumat (20/10/2023).
Firli pun minta penundaan dan agar pemeriksaannya ketika itu dilakukan di Bareskrim Polri. Pada pemeriksaannya kali ini (7/11/2023), Firli juga mengabarkan kembali tak bisa hadir. Tetapi, dengan alasan sedang ada kegiatan KPK di Aceh.
Menurut Boyamin, jika Firli kembali tak hadir dalam pemeriksaan Polda Metro Jaya pada Selasa (7/11/2023), artinya itu adalah bentuk sikap pemangkiran yang kedua.
Menurut KUHAP...
Mengacu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kata Boyamin, seorang saksi yang dipanggil penyidik dengan cara patut untuk proses penegakan hukum, tapi memberikan alasan ketidakhadirannya, maka dapat dilakukan penjemputan paksa pada hari berikutnya.
Namun, jika ketidakhadiran saksi tersebut tanpa disertai alasan, penyidik dapat menerbitkan surat perintah untuk menjemput paksa pada saat itu juga.
“Nah, dalam kasus Pak Firli ini, jika disebutkan ada alasan (tidak hadir ke penyidikan) maka hari selanjutnya, dapat diterbitkan surat perintah membawa. Atau istilahnya jemput paksa. Baik dijemput paksa pada saat di Aceh, atau ketika pulang dari Aceh pada saat tiba di Jakarta, dengan membawa surat perintah membawa ke pemeriksaan, karena sudah dua kali mangkir,” kata Boyamin.
Karena itu, menurut Boyamin, Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang juga selaku aparat penegak hukum, pun juga sebagai mantan jenderal bintang tiga dari kepolisian, memahami konsekuensi dari ketidakhadirannya dalam pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
“Saya pribadi, mendorong agar Pak Firli ini untuk datang ke pemeriksaan kedua ini. Karena beliau ini kan seharusnya memberikan tauladan bagi masyarakat untuk patuh hukum. Dan kedua, justeru dengan beliau tidak datang, akan sangat merugikan bagi dirinya sendiri,” kata Boyamin.
Karena, menurut Boyamin, pemanggilan kedua terhadap Firli, merupakan permintaan keterangan atas temuan-temuan penyidik dari beberapa hasil penggeledahan yang dilakukan usai pemeriksaan pertama.
Boyamin mengatakan, dalam pemeriksaan kedua itulah, Firli Bahuri, dapat menjelaskan ke penyidik perihal temuan-temuan bukti yang sudah dikantongi pihak kepolisian.
“Saya yakin, pemeriksaan kedua ini, penyidik hanya meminta keterangan tambahan dari Pak Firli sebagai saksi (terlapor) terkait dengan misalnya, soal rumah di Kertanegara 46 yang digeledah kemarin. Dan juga yang lain-lain menyangkut perkenalannya dengan Alex Tirta,” ujar Boyamin.
Alex Tirta dan Rumah Kertanegara...
Alex Tirta, adalah pengusaha di Jakarta, pemilik Hotel Alexis. Rumah Kertanegara 46, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang sempat digeladah kepolisian pekan lalu, diketahui sebagai rumah singgah atau safe house Firli Bahuri.
Namun, rumah yang dalam penguasaan Firli Bahuri itu berstatus sewa. Tetapi, terungkap biaya sewa Rp 650 juta per tahun itu diduga dibayarkan oleh Alex Tirta. Kepolisian sudah memeriksa Alex Tirta pekan lalu. Menurut Boyamin, Firli punya tanggung jawab hukum untuk menjelaskan hal tersebut ke penyidik kepolisian.
“Apakah Pak Firli menyewa rumah itu dengan uang sendiri. Atau itu memang disewakan oleh Alex Tirta. Kalau itu disewakan, itu bisa mengarah ke dugaan gratifikasi,” kata Boyamin.
Sebab itu, kata Boyamin, tidak ada alasan bagi Firli, untuk terus menunda-nunda proses hukum atas tuduhan terhadapnya. “Tanpa kehadiran Pak Firli, penyidik bisa saja melakukan gelar perkara untuk selanjutnya menetapkan tersangka,” ujar Boyamin.
Kasus yang menjadikan Firli Bahuri sebagai objek penyidikan di Polda Metro Jaya ini, berawal dari pelaporan eks mentan Yasin Limpo terkait dugaan pemerasan dalam penyidikan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang ditangani oleh KPK.
Yasin Limpo, setelah laporannya di Polda Metro Jaya naik ke penyidikan, pun nasibnya hukumnya di KPK meningkat menjadi tersangka, dan sampai saat ditahan. Namun, penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, sampai saat ini belum ada menetapkan tersangka. Sementara pemeriksaan sudah dilakukan terhadap 67 orang saksi.