Diberhentikan dari Ketua MK, Anwar Usman: Jabatan Milik Allah
Anwar mengaku akan mengikuti amar putusan yang dijatuhkan MKMK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim konstitusi Anwar Usman mengatakan bahwa jabatan adalah milik Tuhan. Hal itu ia sampaikan merespons putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan ia melakukan pelanggaran etik berat dan dijatuhi sanksi diberhentikan dari jabatan Ketua MK.
"Kan saya sudah bilang, jabatan milik Allah," kata Anwar Usman saat ditemui di gedung MK RI, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, tidak ada komentar khusus perihal putusan MKMK tersebut. Sementara itu, terkait perkara baru uji materi Undang-Undang (UU) Pemilu yang akan bergulir hari ini, Anwar mengaku akan mengikuti amar putusan yang dijatuhkan MKMK terhadap dirinya. "Sesuai dengan amar putusan," ujar dia singkat.
MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, yakni melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11).
Dengan demikian, Anwar tidak lagi menjabat sebagai ketua MK. MKMK pun memerintahkan wakil ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan ketua MK yang baru, terhitung 2x24 jam sejak putusan dibacakan.
Tidak hanya itu, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir. Dia juga tidak diperbolehkan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan perkara perselisihan hasil pemilihan umum mendatang.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilihan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," ujar Jimly.
Di sisi lain, perkara permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu kembali muncul. Perkara yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Brahma Aryana itu akan memulai sidang perdana pada hari ini, Rabu.
Gugatan Brahma teregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023. Dalam petitumnya, Brahma meminta frasa "Yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah" pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu diubah menjadi "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.
Terkait Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 itu, MKMK membenarkan permohonan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNUSIA untuk tidak mengikutsertakan Anwar Usman dalam memeriksa perkara. Diketahui, mahasiswa UNUSIA bernama Tegar Afriansyah dan Isfa’zia Ulhaq sebelumnya mengajukan laporan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi kepada MKMK.
"Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan hakim terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 dapat dibenarkan," demikian dikutip dari salinan Putusan NOMOR: 2/MKMK/L/11/2023.