Diyakini Bisa Tekan Jejak Emisi Karbon Wisata, Apa Itu Carbon Passport?
Perjalanan wisata internasional akan dibatasi dengan penerapan 'carbon passport'.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ini telah terjadi beberapa kondisi cuaca ekstrem, dengan kebakaran hutan dan banjir yang dahsyat terjadi di seluruh dunia. Dan menurut sebuah perusahaan vakansi, krisis iklim di balik kejadian-kejadian itu dapat segera diatasi dengan membatasi perjalanan internasional melalui paspor karbon (carbon passport).
Laporan terbaru Intrepid Travel mengklaim, carbon passport bisa menjadi cara efektif guna menjadikan tempat wisata dan aktivitas melancong menjadi lebih berkelanjutan. Dilansir Standard, Rabu (8/11/2023), Intrepid Travel mendefinisikan carbon passport sebagai paspor yang memberikan catatan jejak karbon tahunan kepada setiap pelancong.
Laporan yang berkolaborasi dengan lembaga riset The Future Laboratory ini, menjelaskan bahwa paspor karbon akan memaksa setiap orang untuk membatasi emisi karbon mereka sesuai dengan anggaran karbon global, yaitu 750 miliar ton hingga tahun 2050.
Melalui carbon passport, setiap perjalanan para pelancong mulai dari naik mobil ke bandara, naik pesawat, dan naik motor atau sepeda selama berwisata, akan dicatat dan dihitung secara real time berapa banyak karbon yang dihasilkan. Para peneliti di balik laporan ini berharap, carbon passport bisa diimplementasikan pada tahun 2040.
Sampai saat ini, belum ada pengumuman atau proyek resmi mengenai pembuatan dan pengenalan carbon passport. Namun, pemerintah di beberapa negara dan agen perjalanan telah menjadi semakin sensitif terhadap perubahan iklim dan emisi karbon dalam beberapa dekade terakhir.
Laporan Climate Change Committee, lembaga pengawas misi penurunan emisi gas rumah kaca di Inggris, menemukan bahwa sebagian besar kebijakan tidak berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target 2030. Pemerintah Inggris juga baru-baru ini menunda target nol karbonnya.
Menghentikan emisi secara total dianggap sangat sulit, tetapi negara-negara di seluruh dunia dapat mengambil langkah-langkah, seperti menanam lebih banyak pohon, yang menyerap gas rumah kaca dari atmosfer dan memerangi krisis iklim.
Lantas seberapa besar dampak penerbangan terhadap perubahan iklim? Perjalanan diketahui memperparah krisis iklim saat ini, menyebabkan delapan persen emisi karbon dioksida (CO2) global. Penerbangan menyumbang 2,5 persen dari total ini.
Menurut Intrepid Travel, penerbangan antara New York dan London menghasilkan 986 kilogram CO2 per penumpang, yang lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh rata-rata orang per tahun di 56 negara termasuk Paraguay dan Burundi.
Saat ini, banyak ahli mendorong para pelancong yang gemar bepergian untuk mencoba membatasi emisi karbon mereka hingga 2,3 ton per tahun untuk mengatasi krisis iklim. Namun saat ini, jejak karbon rata-rata di Inggris adalah 11,7 ton per orang.