Jawaban Sultan Ottoman Ketika Zionis Minta Orang Yahudi Pindah ke Palestina

Rakyat Palestina tidak akan melupakan peran Inggris dalam menentukan nasib mereka.

city-journal.org
Pengungsi Palestina menyusul Perang Arab-Israel 1948
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengutuk demonstrasi yang dijadwalkan digelar di London. Jadwal demonstrasi ini bertepatan dengan Hari Gencatan Senjata untuk menentang genosida yang dilakukan pendudukan Israel di Jalur Gaza.

Di sisi lain, polisi London memutuskan mengizinkan demonstrasi pada saat penyelenggara dari Kampanye Solidaritas Palestina (PSC) menegaskan demonstrasi tersebut tidak akan bertentangan dengan kegiatan memperingati Hari Gencatan Senjata di kota Westminster.

Peringatan Hari Gencatan Senjata, yang jatuh pada setiap 11 November akan diadakan pada Ahad, 12 November 2023 di Whitehall, pusat kota London. Adapun hari pelaksanaan demonstrasi mendukung Palestina dilakukan pada 11 November 2023.

Baca Juga


BACA JUGA: Doa Qunut Nazilah untuk Warga Palestina yang Berada dalam Peperangan

Hari Gencatan Senjata dianggap sebagai hari libur nasional di Prancis, Belgia, Selandia Baru, dan Serbia, selain Amerika Serikat dan negara-negara Persemakmuran. Hari Gencatan Senjata dirayakan memperingati gencatan senjata yang mengakhiri Perang Dunia I dan ditandatangani oleh Sekutu dengan Jerman di kota Compiègne, Prancis.

Lantas pertanyaannya, apa hubungan antara Hari Gencatan Senjata dan perang di Gaza saat ini? Jawabannya terletak pada peran Perang Dunia I dan sejauh mana dampaknya terhadap perpecahan di Timur Tengah.

Pada Desember 1917...

Pada Desember 1917, selama Perang Dunia I, Kerajaan Inggris menguasai Yerusalem, mengakhiri 400 tahun kekuasaan Ottoman atas kota tersebut. Kemudian, pada 30 Oktober 1918, Sekutu menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Kesultanan Utsmaniyah kurang dari dua pekan sebelum Hari Gencatan Senjata dengan Jerman, yang mengakhiri Perang Dunia I.

Sebelum merebut Kota Suci dan sisa wilayah antara Sungai Yordan dan Laut Mediterania, pemerintah Inggris memberikan serangkaian janji yang kontradiktif kepada berbagai pihak mengenai rencananya atas wilayah yang dikuasainya.

Inggris berjanji kepada Syarif Makkah Hussein bin Ali yang merupakan penguasa Arab di kota suci Makkah dan Madinah dan sekitarnya, bahwa Inggris akan mengakui kemerdekaan Arab, dengan imbalan melancarkan pemberontakan melawan Kesultanan Utsmani.

Namun, sebagai imbalannya, Inggris mengeluarkan apa yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour pada 2 November 1917. Di dalamnya mereka berkomitmen mendukung pembentukan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.

Deklarasi tersebut melalui surat yang dikirimkan Menteri Luar Negeri Inggris Lord Arthur James Balfour kepada Lord Rothschild, salah satu pemimpin komunitas Yahudi paling terkemuka di Inggris.

Setelah tiga tahun...

Setelah tiga tahun, pada 1920, Liga Bangsa-Bangsa yang baru saja dibentuk, mengakui Mandat Inggris atas Palestina. Hal ini memberi Inggris wewenang untuk mengatur Palestina dan wilayah Transyordania, sekarang Yordania. Hal ini akan dimasukkan dalam mandat Inggris dan Deklarasi Balfour, dengan keharusan tidak melakukan apa pun yang akan merugikan hak-hak sipil dan agama komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina.

Namun dalam praktiknya, Deklarasi Balfour menjadi prinsip panduan pemerintahan Inggris di negara tersebut selama 30 tahun berikutnya, hingga berdirinya apa yang dikenal sebagai Israel pada 1948. Ini setelah Pemberontakan Besar Palestina tahun 1935 yang dilancarkan oleh Syekh Izzuddin al-Qassam.

Deklarasi Israel bertepatan dengan Peristiwa Nakba Palestina. Saat itu gerakan Zionis secara paksa mengambil alih sebagian besar wilayah Palestina, dan membuat lebih dari 750 ribu warga Palestina dari sekitar 20 kota dan 400 desa mengungsi. Warga Palestina meninggalkan rumah mereka karena pembantaian yang dilakukan.

Semua ini terjadi atas dukungan Inggris, dan mencapai puncaknya ketika Inggris mengumumkan berakhirnya Mandat Inggris atas Palestina pada 1948 dan menyerahkannya kepada Zionis. Zionis pun mendeklarasikan berdirinya Israel. Pasukan Zionis menguasai 78 persen tanah Palestina, sementara Yordania menguasai Tepi Barat dan Jalur Gaza tunduk pada pemerintahan Mesir.

Namun, terlepas dari peristiwa sejarah berikutnya, Perang Dunia I dapat dikatakan berdampak langsung pada sejarah Timur Tengah hingga saat ini. Mandat Inggris atas Palestina adalah peristiwa paling penting dalam sejarah kawasan ini selama ratusan tahun, dan membuka jalan bagi segala sesuatu yang terjadi sekarang ini.

Perebutan Palestina oleh Inggris...

Perebutan Palestina oleh Inggris pada Perang Dunia I memberikan harapan bagi gerakan Zionis ihwal kemungkinan mewujudkan impian mereka mendirikan tanah air nasional bagi kaum Yahudi di Timur Tengah, meskipun sudah ada sejak pertengahan abad ke-19. Hal ini sebagai gerakan politik yang berupaya menciptakan tanah air Yahudi yang jauh dari penganiayaan anti-Semit di Eropa.

Untuk waktu yang lama, terdapat diskusi di kalangan pendukung gerakan Zionis tentang bentuk apa yang harus diambil di tanah air ini, bagaimana perlakuan terhadap orang non-Yahudi di dalamnya, dan di mana lokasinya. Uganda termasuk di antara negara-negara yang dipresentasikan pada Kongres Zionis Keenam pada 1903. Konon pemimpin gerakan Zionis saat itu, Theodor Herzl, lebih memilih Argentina daripada Palestina.

Sebelumnya, Herzl selalu berusaha meyakinkan Sultan Ottoman Abdul Hamid II untuk menyelesaikan Kesepakatan Abad Ini, tetapi sultan tersebut selalu menolaknya. Sultan Abdul Hamid II berkata:

"Kita wajib melupakan gagasan mengizinkan imigrasi Yahudi ke Palestina. Jika tidak (jika diizinkan), mereka akan mengumpulkan semua kekuasaan di tangan mereka di mana pun mereka menetap, dan kita akan menandatangani surat kematian bagi rekan-rekan yang seiman dengan kita."

Secara umum, tidak seorang pun akan membayangkan orang-orang Yahudi akan diberikan sebuah negara merdeka di Timur Tengah, jika bukan karena mandat Inggris yang bersimpati kepada gerakan Zionis.

Maka dari sinilah, Perang Dunia I mempunyai arti yang sangat penting bagi rakyat Palestina, yaitu setelah berakhirnya Hari Gencatan Senjata 11 November 1918. Ini adalah hari ketika rakyat Palestina belum menyadari bahwa kehidupan mereka berubah drastis dan berujung pada pembunuhan, pengungsian yang terus-menerus, dan masa depan mereka yang menjadi tidak diketahui.

Rakyat Palestina tidak akan melupakan peran Inggris dalam menentukan nasib mereka. Waktu demonstrasi pada Sabtu, 11 November 2023, bertepatan dengan peringatan Hari Gencatan Senjata, dianggap sebagai suatu kebetulan yang bermanfaat dalam mempertegas peran penting yang dimainkan Inggris dalam hal konflik ini.

Sumber: Arabic Post

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler