Usulan Israel Jeda Serangan 4 Jam, Pelapor PBB: Kejam dan tak Manusiawi
Korban kekejaman Israel dalam serangan kali ini lebih dari 11 ribu jiwa.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pelapor Khusus Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Wilayah Pendudukan Palestina, Francesca Albanese, mengkritik keras usulan Israel yang memberlakukan jeda kemanusiaan di Jalur Gaza hanya selama empat jam setiap harinya guna memungkinkan evakuasi warga sipil dari wilayah utara ke selatan. Menurut Albanese, usulan tersebut kejam dan tak manusiawi.
“Ada pemboman terus-menerus, 6.000 bom setiap pekannya di Jalur Gaza, di lahan kecil di mana orang-orang terjebak dan kerusakannya sangat besar. Tidak akan ada jalan kembali setelah apa yang dilakukan Israel di Jalur Gaza,” kata Albanese, Jumat (10/11/2023), dikutip laman Middle East Monitor.
“Jadi gencatan senjata selama empat jam, ya, untuk membiarkan orang-orang (di Gaza) bernapas dan mengingat apa artinya hidup tanpa ada pengeboman, sebelum mulai mengebom mereka lagi. Itu sangat sinis dan kejam,” kata Albanese.
Hingga Jumat (10/11/2023), jumlah warga Palestina di Gaza yang telah terbunuh sejak dimulainya serangan Israel sudah menembus lebih dari 11 ribu jiwa. Sebanyak 4.500 di antaranya merupakan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 27 ribu orang.
Pada Kamis (9/11/2023), Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengaku sudah diberi tahu oleh militer Israel bahwa mereka menyetujui adanya jeda kemanusiaan selama empat jam di Jalur Gaza setiap harinya. Hal itu dalam rangka memberi ruang dan waktu bagi warga di sana untuk mengungsi dari wilayah utara yang kini menjadi medan pertempuran, ke wilayah selatan.
“Kami telah diberitahu oleh Israel bahwa tidak akan ada operasi militer di wilayah ini (Gaza) selama masa jeda, dan proses ini akan dimulai hari ini,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby, Kamis lalu.
Dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada Kamis lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menyatakan bahwa dia menolak seruan gencatan senjata. “Gencatan senjata dengan Hamas berarti menyerah,” ucapnya.
Dia membantah anggapan bahwa negaranya ingin menduduki kembali Jalur Gaza. AS dan Inggris telah menyuarakan penentangan jika Israel hendak atau memiliki rencana untuk melakukan hal tersebut. “Kami tidak berusaha untuk memerintah Gaza. Kami tidak berupaya untuk menduduki wilayah tersebut, namun kami berupaya untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi wilayah tersebut dan bagi kami,” kata Netanyahu.