Raja Yordania: Ketidakadilan di Gaza Kelanjutan dari Tujuh Dekade

Komunitas internasional gagal memberikan keadilan untuk warga Gaza

EPA/MAXIM SHIPENKOV
Raja Yordania Abdullah II menegaskan bahwa ketidakadilan bukan dimulai sebulan yang lalu.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Raja Yordania Abdullah II menegaskan bahwa ketidakadilan bukan dimulai sebulan yang lalu. Penyataan ini mengacu pada perang Israel di Jalur Gaza menyusul serangan terhadap Israel oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober.

"Ini adalah kelanjutan dari tujuh dekade yang didominasi oleh mentalitas benteng, tembok pemisah, dan pelanggaran terhadap tempat-tempat suci dan hak-hak, yang sebagian besar korbannya adalah warga sipil yang tidak bersalah,” kata Raja Abdullah dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Arab-Islam pada Sabtu (11/11/2023).

Menurut Raja Abdullah, mentalitas yang sama yang berupaya mengubah Gaza menjadi tempat yang tidak layak huni. Serangan tersebut telah menargetkan masjid, gereja, dan rumah sakit sehingga membunuh dokter, paramedis, dan pekerja bantuan, bahkan anak-anak, orang tua, dan perempuan.

“Kami berkumpul hari ini untuk Gaza dan rakyatnya, karena mereka terus menghadapi kematian dan kehancuran dalam perang buruk yang harus segera dihentikan,” kata Raja Abdullah kepada para pemimpin Arab dan Muslim.

“Atau wilayah kita akan terjerumus ke dalam konflik besar yang akibatnya harus dibayar oleh orang-orang yang tidak bersalah dari kedua belah pihak, dan dampaknya akan mempengaruhi seluruh dunia," ujarnya  dikutip dari Anadolu Agency.

Menurut pemimpin Yordania, ketidakadilan yang menimpa saudara-saudari di Palestina mencerminkan kegagalan komunitas internasional dalam memberikan keadilan dan menjamin hak-hak atas martabat, penentuan nasib sendiri, dan pembentukan negara merdeka. Padahal hal itu semua sudah tercantum dalam kesepakatan 4 Juni 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.

Yordania menolak untuk menggolongkan agresi Israel terhadap warga Palestina di Gaza sebagai perang membela diri.  Hal ini merupakan sikap yang ditekankan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Al-Safadi saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pekan lalu.

KTT darurat Arab-Islam dimulai dilaksanakan di Riyadh untuk membahas perkembangan yang terjadi di Jalur Gaza dan wilayah Palestina. Para pemimpin dan perwakilan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam berpartisipasi dalam pertemuan puncak yang bertepatan dengan pemboman Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza selama 36 hari berturut-turut.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler