Warga Gaza: Dunia Membiarkan Saja Kami Jatuh
Keadaan memaksa dirinya dan warga Gaza lainnya meninggalkan rumah untuk menemukan kebutuhan dasar untuk keluarga.
DIPLOMASI REPUBLIKA, GAZA – Warga Gaza terus berupaya menyelamatkan diri dari serangan udara militer Israel. Pada Ahad (12/11/2023) dengan berjalan kaki, berkereta kuda, dan bergelantungan di sisi bak truk yang penuh, mereka menuju wilayah selatan.
Mereka merasakan ketakutan, kepahitan, dan terlunta-lunta. ’’Tak ada tempat aman di Gaza. Anak laki-laki saya terluka dan tak ada satu pun rumah sakit yang bisa dijadikan tempat aman untuk merawatnya,’’ kata seorang warga yang harus mengungsi, Ahmed al-Kahlout.
Ia mengisahkan pula kepiluan warga Gaza. ’’Tak ada air, bahkan tak ada air asin yang dapat digunakan untuk membasuh tangan kami.’’ Keadaan memaksa dirinya dan warga Gaza lainnya meninggalkan rumah untuk menemukan kebutuhan dasar untuk keluarga.
Jalan-jalan di Gaza, ungkap dia, juga sarat mayat akibat serangan yang dilakukan Israel. Masih ada orang yang berharap konflik ini segera berakhir. Namun, ia menyatakan hanya Tuhan yang mengetahui kapan semuanya bakal berakhir.
‘’Seluruh dunia telah membiarkan kami jatuh, dunia yang secara progresif menggaungkan soal hak asasi manusia telah membiarkan kami jatuh,’’ ujar Kahlout.
Mariam Al-Borno, warga Gaza lainnya yang juga mengungsi ke arah selatan, mengisahkan, kematian, kehilangan tempat tinggal, serta kelaparan memaksa dia dan anak-anaknya meninggalkan rumahnya.
"Meninggalkan rumah demi menyelamatkan hidup kami. Kami melihat kematian dengan mata sendiri, yang membuat kami ketakutan,’’ kata Al-Borno. Bahkan, di tempat perlindungan United Nations Palestinian Refugee Agency (UNRWA) seperti sekolah di Beit Lahia, juga tak aman.
‘’Saya hanya mencari tempat aman, tak ada selain itu, demi keselamatan diri saya dan anak-anak saya,’’ ujarnya. Di luar RS terbesar di Gaza, Al Shifa, seniman Alaa Miqdad mengumpulkan anak-anak pengungsi dan menghadirkan pertunjukan badut.
Meski hidup dalam kepedihan dan luka, ia mencoba membuat semua tersenyum melewati kepedihan ini. Namun, Ismail al-Najjar yang kompleks kediaman keluarganya di Khan Younis di bagian selatan Gaza dihantam serangan udara Israel, masih merasakan kesedihan itu.
Ia menggunakan kuda, kemudian menghentikannya. Lalu ia melihat pesawat menembak sesuatu. Pengeboman terjadi di mana-mana. ‘’Ini bukan hanya kerusakan melainkan gempa bumi. Saya memohon kepada Tuhan untuk membalas mereka yang membunuh anak-anak.’’ (han/reuters)