Pengacara Veteran Prancis Kumpulkan Ratusan Pengacara Dunia untuk Bela Palestina di ICC

Devers yakinkan warga Palestina kini mempunyai perwakilan di pengadilan internasional

AP
Seorang pengacara veteran Perancis, Gilles Devers memprakarsai pengaduan kolektif atas kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pengacara veteran Perancis, Gilles Devers, memprakarsai pengaduan kolektif atas kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina. Dia telah memobilisasi 300 pengacara di seluruh dunia dalam waktu 10 hari untuk mengajukan tuntutan terhadap Israel atas dugaan kejahatan perang terhadap Palestina.

Devers bersumpah akan menghadapi tantangan berat terhadap Israel. Devers meyakinkan warga Palestina bahwa mereka kini mempunyai perwakilan di pengadilan internasional.  

"Kami melihat apa yang terjadi yaitu genosida, kami di sini untuk rakyat Palestina. Apapun yang terjadi, perjuangan rakyat Palestina akan mendapatkan keadilan di depan semua pengadilan, pengadilan internasional dan pengadilan nasional," ujar Devers, dalam video yang diunggah Quds News Network, Senin (13/11/2023).

Baca Juga



Devers mengatakan, saat ini pengaduan telah diajukan oleh asosiasi dan serikat pekerja. Namun siapapun dapat bergabung dengan kelompoknya, karena ini adalah proses kesaksian. Setelah itu akan ada prosedur kesaksian korban. Devers mengatakan, kelompoknya sudah menerima permintaan dari Palestina. Dia menegaskan, seluruh pengacara dunia siap membela Palestina di pengadilan.

"Kami memiliki pengacara yang datang dari seluruh dunia, dari Australia hingga Brasil, Pakistan, seluruh Eropa, Afrika, dan Kanada. Para pemrakarsa pengaduan ini bermaksud untuk melanjutkan proses mereka hingga akhir, ketika pengeboman Israel telah menewaskan lebih dari 11.000 orang, setengahnya adalah anak-anak," kata Devers.

Tiga kelompok hak asasi manusia Palestina telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Mereka mendesak ICC untuk menyelidiki Israel atas tuduhan apartheid dan genosida, serta mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel.

Gugatan tersebut diajukan pada Rabu (8/11/2023) oleh organisasi hak asasi manusia Al-Haq, Al Mezan, dan Pusat Hak Asasi Manusia Palestina. Mereka menyerukan perhatian mendesak terhadap rentetan serangan udara Israel terhadap wilayah padat penduduk di Jalur Gaza, yang telah menyebabkan lebih dari 10.500 warga Palestina meninggal, dengan hampir setengah dari mereka adalah anak-anak.Ketiga organisasi itu meminta ICC untuk memperluas penyelidikan kejahatan perang yang sedang berlangsung.

“Terjadi pengepungan yang diberlakukan di (Gaza), pemindahan paksa penduduknya, penggunaan gas beracun, dan penolakan terhadap kebutuhan, seperti makanan, air, bahan bakar, dan listrik.  Tindakan-tindakan ini merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk genosida," kata gugatan tersebut, dilansir Aljazirah, Kamis (9/11/2023).

Ketiga kelompok tersebut menginginkan surat perintah penangkapan dikeluarkan terhadap Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. ICC membuka penyelidikan resmi terhadap situasi di Palestina pada 2021 setelah menetapkan bahwa kejahatan perang telah atau sedang dilakukan oleh aktor Palestina dan Israel di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.

Dalam pengajuan terbaru ICC, pengacara kelompok hak asasi manusia, Emmanuel Daoud, merujuk pada keputusan ICC yang menentang Presiden Rusia Vladimir Putin atas kejahatan perang di Ukraina. Daoud mengatakan, tidak ada ruang untuk standar ganda dalam peradilan internasional.

“Apakah kejahatan perang dilakukan di Ukraina atau Palestina, pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban,” kata Daoud.

Bukan pertama kalinya tuntutan terhadap Israel diajukan ke ICC...

Ini bukan pertama kalinya tuntutan terhadap Israel diajukan ke ICC selama perang berlangsung di Gaza. Pada tanggal 31 Oktober, Reporters Without Borders (RSF) mengajukan pengaduan kepada badan tersebut dengan tuduhan bahwa Israel telah melakukan kejahatan perang terhadap jurnalis di Gaza.

Jaksa ICC, Karim Khan mengatakan, menghalangi bantuan kemanusiaan mencapai warga sipil dapat dituntut berdasarkan Statuta Roma. Dia menambahkan, seharusnya tidak ada hambatan bagi pasokan bantuan kemanusiaan untuk anak-anak, perempuan dan laki-laki, serta warga sipil.

“Mereka tidak bersalah, mereka mempunyai hak berdasarkan hukum kemanusiaan internasional.  Hak-hak ini merupakan bagian dari Konvensi Jenewa, dan bahkan menimbulkan tanggung jawab pidana ketika hak-hak ini dibatasi berdasarkan Statuta Roma," ujar Khan.

Israel bukan anggota ICC. Israel sebelumnya telah menolak yurisdiksi pengadilan tersebut dan tidak secara resmi terlibat dengan ICC. Statuta Roma memberikan kewenangan hukum untuk menyelidiki dugaan kejahatan di wilayah anggotanya atau yang dilakukan oleh warga negara mereka ketika otoritas dalam negeri tidak mau atau tidak mampu melakukan hal tersebut. Pada 10 Oktober, kantor kejaksaan ICC menyatakan bahwa mandatnya berlaku untuk potensi kejahatan yang dilakukan dalam konflik saat ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler