UNRWA Terpaksa Hentikan Operasi Kemanusiaan di Gaza dalam 48 Jam

Operasi kemanusiaan di Gaza akan terhenti dalam 48 jam ke depan karena tidak ada BBM

Twitter Sekjen PBB, Antonio Gutteres
Para pekerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan momen mengheningkan cipta selama satu menit pada Senin (13/11/2023).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan PBB untuk Pengungsi Palestina terpaksa menghentikan bantuan di Jalur Gaza dalam waktu 48 jam, karena pengepungan Israel menghambat akses terhadap bahan bakar yang sangat dibutuhkan. Kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza, Thomas White, mengatakan bahan bakar tidak diizinkan masuk ke Gaza selama lebih dari sebulan, karena kondisi kemanusiaan mencapai tingkat kritis.

“Operasi kemanusiaan di Gaza akan terhenti dalam 48 jam ke depan karena tidak ada bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza,” ujar White di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

Israel terus menyerang Gaza dengan serangan udara dan serangan darat. Pengepungan telah memutus akses terhadap makanan, listrik, dan bahan bakar. Hal ini membuat organisasi-organisasi kemanusiaan kewalahan. Mereka berjibaku dengan waktu untuk membantu mereka yang kehilangan tempat tinggal dan terluka akibat pengeboman Israel.

Pihak berwenang Palestina mengatakan, serangan Israel di Gaza telah membunuh sedikitnya 11.240 orang, termasuk lebih dari 4.600 anak-anak, sejak pertempuran dimulai pada 7 Oktober 2023. PBB mengatakan, 101 pekerja di Gaza telah tewas sejak awal pertempuran.

Runtuhnya layanan medis dan komunikasi telah menghambat perkembangan jumlah korban sejak 10 November. Para dokter Palestina menyatakan, rumah sakit kehabisan bahan bakar, sehingga mereka tidak dapat menyelamatkan pasien, termasuk anak-anak yang baru lahir di inkubator, karena generator listrik berhenti bekerja.

Pasukan Israel telah menutup akses di sekitar Rumah Sakit al-Shifa di Gaza utara, dan setidaknya ada 650 pasien terjebak di dalamnya. Juru bicara Kementerian Kesehatan di Gaza, Ashraf al-Qudra mengatakan, 32 pasien meninggal dalam tiga hari terakhir karena kekurangan listrik.

“Tank-tank tersebut berada di depan rumah sakit. Kami berada di bawah blokade penuh. Ini adalah wilayah yang sepenuhnya sipil. Hanya fasilitas rumah sakit, pasien rumah sakit, dokter dan warga sipil lainnya yang tinggal di rumah sakit. Seseorang harus menghentikan hal ini,” kata Dr Ahmed El Mokhallalati, seorang ahli bedah, kepada kantor berita Reuters.

Dia menambahkan, Israel telah mengebom tangki air, sumur air, dan pompa air untuk rumah sakit dan mereka yang tersisa hampir tidak bisa bertahan. Para pejabat juga telah memperingatkan bahwa kondisi yang diakibatkan oleh pengeboman dan pengepungan dapat menyebabkan berjangkitnya penyakit, dan akses terhadap air bersih sangat terbatas.

“Pagi ini dua kontraktor distribusi air utama kami berhenti bekerja, mereka kehabisan bahan bakar, yang akan membuat 200.000 orang tidak mendapatkan air minum,” kata White.

Mansour Shouman, seorang pengungsi Palestina yang melarikan diri dari Gaza utara dan mencari perlindungan di Rumah Sakit Nasser di Gaza selatan, mengatakan kepada Aljazirah, kondisi di lokasi tersebut menjadi sangat primitif. Selain tidak ada air, listrik, dan bahan bakar, keselamatan para pengungsi juga terancam.

“Mari kita kesampingkan makanan dan air, listrik, bahan bakar. Tidak ada keselamatan, tidak ada keamanan. Kami diberitahu, 'Pergilah ke selatan, kamu akan aman di sana.' Namun, setiap hari saya mendengar semakin banyak ambulans datang ke rumah sakit. Saya melihat lebih banyak orang membawa orang yang mereka cintai ke pemakaman," ujar Shouman.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler