Menkeu Israel Tolak Negosiasi dengan Hamas dan Qatar untuk Pembebasan Sandera di Gaza
Sudah saatnya Israel menetapkan persyaratan khusus untuk membebaskan sandera.
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengatakan, Israel tidak menuju ke arah yang benar dalam perang melawan Hamas saat ini. Dalam tulisan di platform media sosial, X, menteri sayap kanan itu menyerukan agar Israel berhenti bernegosiasi mengenai pembebasan sandera oleh pihak Hamas.
"Fakta bahwa setelah 41 hari, (Ketua Hamas Yahya) Sinwar masih dapat melakukan negosiasi untuk menetapkan syarat pembebasan para sandera menunjukkan bahwa kita tidak berada di arah yang benar," ujar Smotrich, dilaporkan Times of Israel, Kamis (16/11/2023).
Saat kabinet perang mengadakan pertemuan di Tel Aviv, Smotrich mengatakan bahwa sudah saatnya kabinet perang menunjukkan kekuatan dengan memutus negosiasi dengan Hamas dan Qatar sebagai mediator. Menurut Smotrich, sudah saatnya Israel menetapkan persyaratan khusus untuk membebaskan sandera.
"Untuk beberapa waktu sekarang, kita seharusnya menjadi pihak yang menolak untuk melakukan negosiasi, dan hanya berbicara dengan tembakan dan ledakan, itulah satu-satunya cara untuk membawa kembali semua sandera dan memulihkan keamanan bagi Negara Israel," ujar Smotrich.
Sebelumnya juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Ubaidah mengatakan, Israel menolak gencatan senjata untuk pembebasan para tawanan di Gaza. Abu Ubaidah menambahkan, penolakan Israel tersebut tidak hanya membahayakan nyawa rakyat Palestina namun juga para sandera.
Abu Ubaidah mengatakan, pekan lalu ada upaya yang dilakukan oleh mediator Qatar untuk menjamin pembebasan sandera Israel, termasuk perempuan dan anak-anak, dengan imbalan pembebasan 200 anak-anak Palestina dan 75 perempuan Palestina, yang mewakili jumlah total tahanan perempuan dan anak-anak yang ditahan oleh Israel pada 11 November. Israel meminta pembebasan seratus perempuan dan anak-anak yang disandera di Gaza.
Abu Ubaidah mengatakan, Hamas menetapkan syarat pembebasan sandera dengan gencatan senjata selama lima hari, dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Abu Ubaidah menjelaskan, Hamas dapat membebaskan 50 perempuan dan anak-anak yang ditahan di Gaza dan pada akhirnya sandera yang dibebaskan dapat mencapai 70 orang, karena rumitnya penahanan para sandera oleh berbagai faksi.
“Namun, musuh terus menunda-nunda dan menghindari pemenuhan kewajiban ini, tidak hanya mengabaikan nyawa warga sipil Palestina tetapi juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap pembunuhan para sandera," ujar Abu Ubaidah dalam pidato terbaru pada Senin (13/11/2023) yang dirilis oleh Resistance News Network di Telegram.
Abu Ubaidah menjelaskan, contoh yang paling jelas adalah pembunuhan terhadap tentara Israel yang ditangkap, Faoul Assyani. Tentara tersebut ditangkap hidup-hidup dan mencatat permohonan pembebasannya pada awal perang. Namun Assyani terbunuh dalam pengeboman Israel beberapa hari yang lalu.
“Kami memperingatkan musuh dan semua pihak yang peduli dengan urusan para sandera dan tahanan bahwa kelanjutan agresi udara dan darat, tidak diragukan lagi dapat membahayakan nyawa mereka setiap saat," ujar Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah mengatakan, 38 hari setelah dimulainya Pertempuran Badai Al-Aqsa, pejuang Palestina terus menggempur pasukan Israel dan kendaraan mereka, yang menyusup ke Kota Gaza dan Beit Hanoun dari beberapa arah. Dalam 48 jam terakhir, pejuang Palestina telah menghancurkan seluruh atau sebagian 20 kendaraan militer, termasuk tank dan kendaraan lapis baja, di area infiltrasi pasukan musuh.