Insentif Bagi Investor IKN, Pengamat: Tidak Semua Harus Diobral Secara Jor-joran

Pengamat CORE ingatkan HGU dan HGB harus diiringi pertimbangan dampak lingkungan

ANTARA/HO-Kementerian PUPR
Desain Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP Ibu Kota Negara Nusantara.
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengingatkan bahwa insentif yang ditujukan bagi investor dalam proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebaiknya harus diperhitungkan atau dikalkulasikan secara lebih bijak oleh pemerintah.


"Menurut saya, insentif (bagi investor) juga harus dikalkulasi. Tidak semua insentif itu harus diobral secara jor-joran. Karena insentif yang diberikan secara jor-joran juga bisa jadi kurang baik kalau dilihat dari aspek yang lain," kata Direktur Eksekutif CORE di Jakarta, Senin (20/11/2023).

Faisal mencontohkan poin kemudahan berusaha yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023. Dia mengingatkan bahwa ketentuan hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), ataupun hak pakai di atas hak pengelolaan (HPL) Otorita IKN dengan jangka waktu yang panjang juga perlu diiringi dengan pertimbangan dampak lingkungan dan sosial masyarakat setempat.

"Bagaimanapun ini adalah kawasan Ibu Kota Negara yang sedapat mungkin kita memaksimalkan ownership-nya oleh negara kita sendiri. Jadi insentifnya pun memang perlu dikalkulasi dan diukur secara lebih bijak. Tidak lantas segala macam insentif itu diobral supaya investor masuk," kata dia.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Wakil Dikrektur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai bahwa insentif yang diberikan pemerintah kepada investor IKN sudah lebih dari cukup.

Namun di sisi lain, imbuh dia, investor juga akan melihat tingkat permintaan (demand) konsumen terhadap barang maupun jasa sebelum menanamkan modal di IKN. Oleh sebab itu, investor membutuhkan kepastian jumlah penduduk yang menjadi target konsumen. Hal tersebut, menurut Faisal, akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.

"Mungkin IKN punya keistimewaan soal tax holiday dan lain-lain. Tapi kalau di Jakarta misalnya sudah ada captive market, minus PNS yang ke IKN mungkin masih sekitar 10 juta orang (di Jakarta), itu masih menarik. Sehingga kompetisinya bagi investor di situ, apa menariknya IKN dibanding Jakarta saat ini, dibanding Medan saat ini (atau kota-kota lainnya). Itu yang akan menentukan," kata dia.

Untuk menyiasati tantangan tersebut, menurut Eko, maka pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur dasar di IKN seperti perumahan, jalan, dan teknologi komunikasi. Selain itu, sektor komersial lainnya juga perlu segera dibangun agar masyarakat semakin yakin untuk pindah ke IKN.

"Menurut saya, pada posisi hari ini, untuk mendatangkan investor yang lebih banyak, terutama yang komersial atau non-pemerintah, ini butuh bagaimana mempercepat jika orang mau pindah ke situ. Tentu kalau pindah harus ada rumah. Kemudian fasilitas lainnya, seperti yang paling penting komunikasi dan jalan," kata Eko.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler