Gaza, Kota Para Syuhada
Jika dihitung dari 75 tahun lalu, jutaan syuhada wafat di tanah Gaza
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan berbekal roket berbahan gula dan potassium senilai 800 dolar AS, Hamas telah menghancurkan ratusan tank militer Israel seharga 3 juta dolar AS. Tank-tank itu kini teronggok menjadi bangkai di antara reruntuhan bangunan di Gaza.
Jalur Gaza telah mengalami tragedi yang tak berkesudahan. Gaza adalah rumah bagi puluhan ribu syuhada yang meregang nyawa akibat pengeboman brutal Israel sejak 7 Oktober 2023. Namun, jika dihitung dari 75 tahun lalu, jutaan syuhada wafat di tanah Gaza, di antaranya adalah anak-anak, perempuan, laki-laki, dan lansia.
Warga Gaza tidak takut mati demi mempertahankan tanah air mereka. Israel sudah cukup sering mengirimkan tank lapis bajanya ke Gaza utara sehingga warga Palestina di sekitar Beit Lahiya, yang merupakan lokasi favorit peluncuran roket ke Israel, tahu apa yang akan terjadi. Jika masyarakat Israel hidup dalam ketakutan akan serangan roket Hamas yang tidak disengaja, masyarakat Gaza mungkin memiliki perasaan terlalu percaya diri bahwa Israel mempunyai kendali mutlak atas lokasi pendaratan rudal mereka.
Israel kerap menuduh Hamas menggunakan perisai manusia di Gaza dalam setiap serangan. Israel berusaha keras untuk menyalahkan Hamas sebagai penyebab perang, bahkan menyebutnya sebagai teroris. Namun, warga Gaza tidak peduli dengan bualan Israel.
Warga Gaza memilih Hamas dalam pemilihan legislatif Palestina pada 2006. Sebagian besar warga Gaza yang hidup saat ini belum lahir atau belum dewasa ketika pemilu 2006 berlangsung. Hamas memenangkan pemilu dengan kurang dari 45 persen suara di Gaza dan Tepi Barat, meskipun mereka meraih mayoritas di Kota Gaza.
Dilansir New York Times Magazine, data jajak pendapat menunjukkan bahwa para pemilih termotivasi bukan oleh sikap eliminasi Hamas terhadap Israel, melainkan janji-janji mereka untuk memberantas korupsi dan meningkatkan keamanan dalam negeri. Faktanya, jajak pendapat dari pemilu tersebut menemukan bahwa tiga perempat pemilih Palestina menginginkan Hamas mengubah pendiriannya terhadap Israel dan sekitar 80 persen mendukung perjanjian perdamaian.
Israel berulang kali mencoba untuk mematahkan otoritas Hamas di Gaza....
Israel berulang kali mencoba untuk mematahkan otoritas Hamas di Gaza. Namun, upaya itu tidak akan berhasil. Solidaritas warga Gaza dalam hak perlawanan terhadap Israel sangat besar.
“Orang-orang Yahudi membawa semua tank mereka ke pinggir Gaza dan kemudian mereka memikirkan apa yang akan terjadi jika mereka datang ke sini,” kata seorang warga Gaza Ayman Salameh, dilansir The Guardian.
“Ya, banyak warga Palestina yang akan mati. Tapi begitu juga banyak warga Israel. Untuk apa? Apakah mereka pikir perlawanan akan hilang? Mereka harus membunuh setiap warga Palestina. Mereka tahu ini. Ini adalah pelajaran yang didapat Amerika di Irak dan Afghanistan. Ketika perlawanan ada di mana-mana, ukuran senjata Anda tidak menjadi masalah," ujar Salameh menambahkan.
Pada 16 November, hasil survei Universitas Birzeit dekat Ramallah menunjukkan, sekitar 75 persen warga Palestina mendukung serangan lintas batas yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober. Sementara sebanyak 11 persen lainnya tidak mempunyai pendapat.
Demikian pula, 75 persen warga Palestina menginginkan pemusnahan Israel. Mereka menginginkan Palestina “dari sungai hingga laut.” Posisi ini berbeda dengan posisi mendukung negara Yahudi-Arab dari hulu ke hilir, atau yang disebut solusi satu negara, yang hanya didukung oleh 5,4 persen warga Palestina. Sebanyak 17,2 persen lainnya mendukung solusi dua negara.
Dilansir Jewish News Syndicate, jika Hamas tidak mewakili Palestina, sulit untuk memahami siapa yang mewakili mereka. Sebanyak 76 persen persen warga Palestina mendukung Hamas, kemudian 28 persen warga Palestina di Tepi Barat mendukung Hamas, dan 60 persen penduduk Gaza mendukung Hamas. Sedangkan, Otoritas Palestina hanya mendapat dukungan dari 10 persen warga Palestina.