5 Penyebab Konsumsi Alkohol dan Narkoba Bisa Meningkat Akibat Perubahan Iklim
Perubahan iklim sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim dapat memengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Selain berdampak pada permasalahan cuaca dan lingkungan, perubahan iklim juga sangat berpengaruh pada stabilitas kesehatan mental manusia.
Menghadapi perubahan iklim bisa sangat melelahkan. Terkadang hal terbaik yang dapat dilakukan seseorang adalah mencari perlindungan dalam alkohol, tembakau, obat-obatan terlarang, atau zat psikoaktif lainnya.
Dilansir The Conversation, Kamis (23/11/2023), berikut alasan mengapa perubahan iklim bisa meningkatkan konsumsi alkohol dan obat terlarang.
1. Kesehatan mental terguncang
Peningkatan jumlah kejadian ekstrem yang terkait dengan perubahan iklim, pada gilirannya, meningkatkan risiko kesehatan mental. Associate Professor Psychosocial Difficulties di University of Oslo, Francis Vergunst, mengatakan bahwa terguncangnya kesehatan mental bisa menjadi alasan utama mengapa perubahan iklim dapat memicu konsumsi narkoba dan alkohol.
Sebagai contoh, panas yang ekstrem terkait dengan peningkatan tekanan di seluruh populasi. Dalam cuaca panas yang ekstrem, lebih banyak orang pergi ke unit gawat darurat untuk masalah kejiwaan, termasuk untuk mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang secara umum. Hal ini bahkan berlaku untuk satu hari yang sangat panas.
Gangguan stres pascatrauma, depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya adalah hal yang umum terjadi pada saat kejadian cuaca ekstrem dan dapat bertahan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelahnya, terutama jika orang terpapar pada banyak kejadian. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan penggunaan zat-zat terlarang sebagai cara untuk mengatasinya.
2. Meningkatnya kecemasan
Kecemasan dan kekhawatiran tidak sama dengan memenuhi kriteria gangguan mental. Namun, survei menunjukkan bahwa perubahan iklim menimbulkan respons emosional yang kompleks, terutama pada anak-anak.
Selain perasaan khawatir, ada juga rasa cemas, takut, rasa bersalah, marah, sedih, dan tidak berdaya. Beberapa kondisi emosional, seperti kesedihan, terkait dengan penggunaan tembakau dalam jangka panjang dan juga membuat penggunaan narkoba menjadi lebih mungkin kambuh.
3. Cedera fisik
Cedera fisik yang disebabkan oleh peristiwa cuaca ekstrem, seperti menghirup asap, luka bakar, atau luka lainnya akibat bencana, meningkatkan risiko penggunaan zat berbahaya. Pasalnya, cedera fisik dapat meningkatkan risiko tekanan psikologis. Jika cedera menyebabkan penyakit atau kecacatan jangka panjang, pasien bisa putus asa dan depresi, kemudian mereka berisiko 'melarikan diri' pada alkohol atau obat-obatan lainnya.
Penggunaan narkoba itu sendiri juga dapat menyebabkan kerusakan fisiologis jangka panjang, kecacatan, atau masalah kesehatan kronis lainnya. Hal-hal tersebut terkait dengan tingkat penggunaan zat berbahaya yang lebih tinggi.
4. Kehidupan yang berubah
Satu peristiwa bencana, seperti badai atau banjir, dapat menghancurkan kehidupan dalam semalam dan mengubah cara hidup masyarakat. Begitu juga dengan perubahan iklim dan cuaca sehari-hari. Sebagai contoh, suhu yang lebih panas dapat mengganggu tidur, menurunkan performa akademik, mengurangi aktivitas fisik, dan mendorong penggunaan bahasa yang tidak sopan serta perilaku kekerasan. Pergeseran perilaku dan rutinitas tersebut bisa mendorong konsumsi alkohol dan narkoba.
5. Mengganggu kestabilan masyarakat
Terakhir, perubahan iklim mengganggu kestabilan sistem sosial ekonomi, alam, dan geopolitik yang menjadi tumpuan kesejahteraan manusia - bahkan kelangsungan hidup. Infrastruktur yang rusak, kerugian pertanian, penutupan sekolah, kehilangan tempat tinggal, dan pengungsian merupakan sumber tekanan psikososial yang signifikan yang memicu respons stres akut (jangka pendek) dan kronis (jangka panjang). Stres, pada gilirannya, dapat meningkatkan risiko penggunaan zat berbahaya.