Hari Guru di Tengah Kondisi Generasi yang Pilu

Oleh : Rina Andyta Deviningrum (Pendidik, Penulis)

retizen /Rina Andyta Deviningrum, SE
.
Rep: Rina Andyta Deviningrum, SE Red: Retizen
Edit by canva.com

Terpujilah Wahai engkau ibu bapak guru Namamu akan selalu hidup Dalam sanubariku Semua baktimu akan kuukirTerpujilah Wahai engkau ibu bapak guru Namamu akan selalu hidup Dalam sanubariku Semua baktimu akan kuukir Didalam hatiku Sebagai prasasti terima kasihku Tuk pengabdianmu Engkau bagai pelita dalam kegelapanEngkau laksana embun penyejuk dalam kehausan Engkau patriot pahlawan bangsaPembangun insan cendekia

Himne yang sering dilantunkan saat hari guru ini seakan menguatkan pepatah bahwa "Guru adalah Pahlawan". Guru menjadi salah satu tumpuan yang begitu berarti dalam mendidik generasi bangsa.


Tanggal 25 November pun dijadikan hari resmi untuk memperingati hari Guru. Namun hari Guru tahun ini mengusung tema yang cukup menggelitik apabila kita membuka mata melihat fakta bagaimana generasi hari ini.
Berdasarkan Surat Edaran Mendikbudristek Nomor 36927/NPK.A/TU.02.03/2023, seluruh instansi pemerintahan, terutamanya di bidang pendidikan, diperintahkan untuk melaksanakan Upacara Hari Guru pada Sabtu, 25 November 2023, dengan tema “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar”. (Kemdikbud.go.id)

Tema yang diusung ini jelas sebagai bukti bahwa Bapak Menteri Pendidikan kita begitu serius untuk terus menggencarkan "Kurikulum Merdeka". Dimana fokus utamanya adalah mencetak generasi yang siap terjun ke lapangan kerja, tanpa "beban" belajar di sekolah.
Bukan menjadi hal yang asing lagi bahwa setiap ganti menteri, maka ganti pula kurikulumnya. Namun dari waktu ke waktu, kurikulum pendidikan Indonesia bukannya semakin memberi efek yang berarti terhadap kondisi generasi anak bangsa, yang semakin terdidik tapi tetap beradab, namun justru semakin melemahkan generasi bahkan dekat dengan kriminalisasi.

Kurikulum pun tak semakin membuat guru fokus mendidik dengan nyaman dan serius, namun justru semakin membuat guru pusing.
Generasi saat ini seolah sangat buram untuk mencerna mengenai adab dan etika, betapa hampir setiap hari kita melihat realita tingginya angka kriminalitas, dan tak sedikit pelakunya adalah anak dibangku sekolah.
Bahkan generasi saat ini pun rentan akan kesehatan mental, bahkan tingginya angka bunuh diri menghantui generasi dari bangku sekolah dasar.

Bukankah hal ini menunjukkan kurikulum yang saat ini diterapkan tidak tepat dan bermasalah? Kurikulum yang dibangun dari pondasi sistem kapitalisme begitu menegaskan bahwa ini tidak memiliki sistem yang dapat membangun generasi yang berkualitas.

Setahun sekali diperingati hari guru pun menjadi sia-sia, karena tak hanya kondisi generasi yang membuat getir, bahkan kondisi guru pun sangat jauh dari kata "sejahtera". Betapa banyak ketidakadilan yang dialami para guru di sistem saat ini. Mulai dari tekanan administrasi pekerjaan yang menyita waktu mengajar, hingga gaji yang begitu minimum yang diberikan.

Bukankah guru adalah pelita bagi generasi bangsa? Maka apa balasan untuk mereka? Bahkan tuk dimuliakan saja masih sangat butuh diperjuangkan.

Sistem Pendidikan Islam

Jika kita berbicara tentang kapitalisme, maka apple to apple jika kita bandingkan dengan Islam. Tidak hanya kapitalisme yang memiliki sitem pendidikan, tapi Islam juga mempunyai.
Islam mempunyai sistem pendidikan berkualitas yang berasas akidah dalam membentuk syakhsiyah Islamiyyah (kepribadian Islam).
Islam menanamkan kuat pondasi akidah bagi generasi yang duduk di bangku sekolah dasar. Harapannya ketika sejak dasar akidah sudah mengkristal dalam diri, maka apabila menuju jenjang yang lebih tinggi sudah siap dalam membentengi diri.

Menuju jenjang lebih tinggi berarti bicara tentang banyaknya pemikiran yang dapat masuk dalam diri generasi. Tsaqofah asing, filsafat dan yang lain, apabila tak disaring dengan Islam maka akan menjadikan generasi muslim menjadi generasi yang sekuler. Generasi yang mudah terombang-ambing, tak punya pendirian, lemah dan mudah putus asa.

Maka pendidikan Islam akan berusaha mencetak generasi yang pikiran serta tingkah lakunya sesuai dengan Islam. Serta menjadikan setiap ilmu yang dipelajari sampai kepada amal. Karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan.

Sistem Pendidikan Islam selain serius dalam mencetak generasi yang berkualitas, serius pula dalam mensejahterakan para pendidiknya. Guru tidak akan disibukkan oleh segala bentuk administrasi, karena tugas guru adalah mendidik.
Gaji guru pun dalam masa pemerintahan Islam begitu tinggi. Seperti pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas).

Bahkan pada masa Khilafah Abbasiyah, gaji guru pun cukup fantastis. Gaji para pengajar di masa itu sama dengan gaji para mu'adzin yakni 1000 dinar pertahun (3,9 M, berarti perbulan 325 juta) (An Nafaqaat wa idarotuha fi daulah Abasiyah).
Tentu tidak mengherankan mengapa pada masa pemerintahan Islam, ilmu mengalami kejayaan.

Karena pemerintahan begitu serius dalam pendidikan, selain itu para guru dan ulama bukan menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, namun pahlawan yang diberi tanda jasa sepenuhnya.
Seharusnya hari guru menjadi refleksi bagi kita bersama mengenai kondisi yang terjadi dalam pendidikan kita hari ini.

Dalam membentuk generasi yang berkualitas, maka kita membutuhkan keterpaduan tiga pilar, yakni; Keluarga, Masyarakat dan Negara.
Dan semua itu dapat diwujudkan apabila Sistem Pendidikan Islam yang diterapkan. Islam akan mewujudkan generasi yang hebat, dan mensejahterakan pendidiknya.
Wallahu'alam.

sumber : https://retizen.id/posts/247527/hari-guru-di-tengah-kondisi-generasi-yang-pilu
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler