Militer Israel akan Penjarakan Tentara yang Menolak Dinas Perang

Israel juga mengancam akan menurunkan pangkat tentara yang menolak untuk bertugas.

EPA-EFE/HANNIBAL HANSCHKE
Tentara Ziones Israel menembakkan howitzer 155 mm di lokasi yang dirahasiakan dekat perbatasan dengan Gaza, Israel selatan, Selasa (31/10/2023).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Militer Israel berencana menjatuhkan hukuman penjara pada tentara yang menolak untuk bertugas di dinas reguler dan cadangan. Selain hukuman penjara, militer Israel juga mengancam akan menurunkan pangkat tentara yang menolak untuk bertugas.

“Tuntutan akan diajukan untuk menjatuhkan hukuman penjara hingga beberapa bulan kepada mereka yang menolak menjalankan dinas militer hingga beberapa bulan, selain mengurangi pangkat militer mereka,” ujar pernyataan Radio Tentara Israel.

Stasiun radio tersebut tidak menyebutkan jumlah tentara yang menolak wajib militer atau alasan penolakan mereka. Departemen Pertahanan Militer mengatakan kepada tentara yang menolak bertugas untuk segera menghubungi unit masing-masing sebelum kebijakan hukuman yang lebih keras diberlakukan.

Baca Juga


BACA JUGA: Doa Qunut Nazilah untuk Warga Palestina yang Berada dalam Peperangan

“Segera hubungi unit Anda sebelum kebijakan hukuman yang lebih keras diberlakukan. Departemen Pertahanan Militer berhasil meyakinkan tentara Israel untuk memberikan kesempatan lagi kepada mereka yang tidak melapor untuk bertugas," ujar pernyataan Departemen Pertahanan Militer.

Tentara pendudukan Israel mengumumkan bahwa mereka telah memanggil sekitar 360.000 tentara cadangan untuk berpartisipasi dalam serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Banyak tentara biasanya menolak berpartisipasi dalam perang karena alasan hati nurani. Para pengamat mengatakan, kegagalan banyak tentara Israel untuk berpartisipasi dengan serangan yang sedang berlangsung di Gaza, terutama dalam pertempuran darat yang dimulai pada 27 Oktober.

Sejak pejuang Palestina, Hamas melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023, tentara Israel mengumumkan kembalinya ratusan tentaranya dari Eropa. “Sebagai bagian dari upaya tentara Israel untuk mengumpulkan pasukan tambahan untuk melanjutkan pertempuran, pesawat Rhino dan Samson milik Angkatan Udara mengangkut ratusan tentara Israel yang berada di berbagai negara di seluruh Eropa," ujar militer Israel.

Kedatangan pesawat ke Israel...

Kedatangan pesawat ke Israel dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri, Departemen Operasi, Angkatan Udara, Departemen Strategi, dan Departemen Ketiga Angkatan Darat Israel.

Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam melancarkan Operasi Badai Al-Aqsa sebagai tanggapan atas serangan yang terus berlanjut oleh pasukan pendudukan dan pemukim Israel terhadap rakyat Palestina, harta benda dan tempat suci mereka, khususnya Masjid Al-Aqsa di wilayah pendudukan Yerusalem.

Sebagai tanggapan, tentara Israel melancarkan Operasi Pedang Besi dan terus melakukan serangan gencar di Gaza. Sebanyak 2,3 juta warga Palestina yang tinggal di Gaza telah hidup di bawah blokade Israel selama 17 tahun. Serangan udara dan darat Israel di Gaza telah membunuh lebih dari 14.000 warga sipil Palestina, termasuk lebih dari 7.000 anak-anak dan perempuan.

Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata empat hari yang dimulai pada Jumat (24/11/2023) pagi. Gencatan senjata ini menandai terobosan diplomatik besar pertama sejak pertempuran dimulai lebih dari enam minggu lalu.

Berdasarkan kesepakatan yang ditengahi Qatar, pejuang Palestina akan membebaskan 50 perempuan dan anak-anak yang diculik dalam serangan lintas batas pada 7 Oktober. Gencatan senjata ini menawarkan kepada warga Gaza prospek jeda yang sangat diinginkan, meskipun singkat. Sumber dari Hamas dan Jihad Islam sebelumnya mengatakan, gencatan senjata akan mencakup gencatan senjata total di lapangan dan penghentian operasi udara Israel di Gaza selatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler