Perubahan Iklim Jadi Ancaman Mendesak bagi Ibu Hamil dan Anak-Anak
Wanita hamil, bayi dan anak-anak menghadapi beberapa konsekuensi paling berat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wanita hamil, bayi dan anak-anak menghadapi risiko kesehatan yang ekstrem akibat bencana iklim, demikian menurut dokumen Call for Action dari PBB. Menurut dokumen tersebut, negara-negara sering kali mengabaikan dan meremehkan jaminan kesehatan bagi ibu, bayi baru lahir, dan anak-anak, yang rentan terdampak perubahan iklim.
Laporan ini juga mengungkap, masih sedikit negara yang menyebutkan kesehatan ibu dan anak dalam rencana tanggap perubahan iklim mereka. Ini menjadi gambaran nyata bahwa perhatian terhadap kebutuhan perempuan, bayi baru lahir, dan anak-anak dalam wacana perubahan iklim sangat minim.
"Perubahan iklim merupakan ancaman eksistensial bagi kita semua. Tetapi wanita hamil, bayi dan anak-anak menghadapi beberapa konsekuensi paling berat dari semuanya," kata Bruce Aylward, Asisten Direktur Jenderal untuk Universal Health Coverage, Life Course di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Masa depan anak-anak perlu dilindungi secara sadar, yang berarti mengambil tindakan iklim sekarang demi kesehatan dan kelangsungan hidup mereka, sambil memastikan kebutuhan unik mereka diakui dalam respons iklim,” tambah dia seperti dilansir dari laman WHO, Ahad (26/11/2023).
Tahun 2023 telah ditandai dengan serangkaian bencana iklim yang menghancurkan. Kebakaran hutan, banjir bandang, gelombang panas, dan kekeringan menyebabkan banyak orang mengungsi, serta memperburuk polusi udara. Suhu bumi yang memanas juga meningkatkan penyebaran penyakit mematikan seperti kolera, malaria, dan demam berdarah, dengan konsekuensi yang mengerikan bagi wanita hamil dan anak-anak yang dapat mengalami infeksi yang sangat parah.
Penelitian menunjukkan bahwa bahaya dapat dimulai bahkan sejak dalam kandungan, yang menyebabkan komplikasi terkait kehamilan, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan bayi lahir mati. Bagi anak-anak, dampaknya dapat berlangsung seumur hidup, mempengaruhi perkembangan tubuh dan otak mereka saat mereka tumbuh.
"Aksi terhadap perubahan iklim sering kali mengabaikan bahwa tubuh dan pikiran anak-anak secara unik rentan terhadap polusi, penyakit mematikan, dan cuaca ekstrem. Merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menempatkan anak-anak sebagai pusat aksi iklim yang mendesak, dimulai dari COP28. Ini adalah momen untuk akhirnya menempatkan anak-anak dalam agenda perubahan iklim,” kata Deputy Executive Director UNICEF for Programmes, Omar Abdi.
Call to Action menyoroti tujuh tindakan mendesak untuk mengatasi risiko yang semakin meningkat ini. Hal ini mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca yang berkelanjutan dan aksi pendanaan iklim, di samping penyertaan kebutuhan ibu hamil, bayi, dan anak-anak secara spesifik dalam kebijakan iklim dan bencana. Kedua lembaga tersebut juga menyerukan penelitian lebih lanjut untuk lebih memahami dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak.
"Untuk menemukan solusi iklim yang mengakui kebutuhan kesehatan dan kerentanan perempuan dan anak perempuan yang berbeda, kita harus mulai dengan mengajukan pertanyaan yang tepat. Solusi iklim global harus mendukung, bukan mengorbankan, kesetaraan gender,” kata Diene Keita, Deputi Direktur Eksekutif untuk Program di UNFPA, badan PBB untuk kesehatan seksual dan reproduksi.
Call to Action ini dirilis oleh WHO, UNICEF dan UNFPA dalam sebuah acara peluncuran online, bersamaan dengan sebuah ringkasan advokasi dari Kemitraan untuk Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak (PMNCH). Ringkasan advokasi PMNCH memperkuat Call to Action dengan menguraikan rekomendasi spesifik untuk berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, mekanisme pendanaan global, donor dan yayasan, sektor swasta, dan masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa kebutuhan kesehatan perempuan, anak-anak, dan remaja ditangani dengan lebih baik dalam kebijakan, pendanaan, dan program iklim.