Biaya Haji Masih Berpihak ke Jamaah Sekarang, Bukan Kepada yang Antre Puluhan Tahun

Nilai manfaat dana haji bisa habis pada 2027.

STR/EPA-EFE
Jamaah memadati Jamarat saat melempar jumrah, Mina, Selasa (13/8).
Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID,

Baca Juga


Ditulis Oleh Wartawan Republika Muhammad Hafil

Pemerintah dan DPR telah menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 2024. Untuk diketahui, BPIH adalah biaya haji yang komponen pembayaran per orangnya terdiri dari Bipih dan nilai manfaat dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). 

Untuk BPIH 2024, total yang dibayar sebesar Rp 93,4 juta. Sementara, Bipih adalah biaya yang harus dibayar oleh jamaah haji. Untuk Bipih 2024, yang harus dibayarkan oleh calon jamaah haji adalah Rp 56 juta.

Sehingga BPIH 2024 ini terdiri dari dua komponen. Yakni, Bipih sebesar Rp 56 juta (60 persen) dan nilai manfaat yang dikelola BPKH sebesar Rp 40,2 juta (40 persen). 

Ini artinya, jamaah haji tahun 2024 ini masih mendapat 'subsidi' yang sangat besar dari nilai manfaat BPKH. Yang, notabenenya nilai manfaat ini berasal dari 5,2 juta jamaah haji tunggu yang antreannya sampai bertahun-tahun.

Berarti, bagi anda yang antrean hajinya belasan bahkan puluhan tahun lagi, telah men'subsidi' jamaah haji yang tahun ini berangkat. Termasuk, mensubsidi jamaah haji lunas tunda tahun 2023, 2020 dan 2022 yang gagal berangkat namun berangkat pada tahun 2023 kemarin.

Adilkah? 

Anda bisa menilai sendiri. Apalagi, BPKH pernah mensimulasikan bahwa nilai manfaat dana haji ini hanya mampu bertahan sampai 2026 atau 2027. Artinya, nilai manfaat dana haji yang sejatinya milik jamaah haji tunggu yang mengantre akan 'akan dihabiskan' untuk mensubsidi jamaah haji tahun berjalan (2023, 2024, 2025). 

Dan, anda yang mengantre di atas 2027 ke atas, bisa jadi nanti membayar hajinya bisa full. Setara BPIH-nya. Inilah yang dikhawatirkan oleh sejumlah pihak, pembiayaan haji Indonesia mirip skema Ponzi.

Saya tak bilang subsidi...

Saya tak bilang subsidi nilai manfaat itu tak boleh. Tapi harusnya, nilai manfaat itu diperuntukkan bagi jamaah haji itu sendiri, bukan untuk calon jamaah haji yang lain. 

Maka dari itu, menurut saya, sebenarnya skema biaya haji atau bipih 2023 yang awalnya diusulkan oleh Kemenag yaitu sebesar Rp 105 juta sudah benar. Sayangnya, ini dipatahkan oleh DPR dan menjadi Rp 93,4  juta. 

Jadi, penetapan biaya haji atau Bipih 2024 sekitar Rp 50-an sampai Rp 60-an juta ini menurut saya masih menguntungkan jamaah haji 2024. Dan berpihak pada jamaah haji 2024. Tapi, tidak menguntungkan dan tidak berpihak pada jamaah haji tunggu yang mengantre lama.

Padahal sebenarnya menurut saya biaya haji Rp 105 juta itu sudah benar. Jamaah membayar Bipihnya dan tetap mendapatkan 'subsidi' nilai manfaat dari dana haji. 

Apalagi jika kita lihat di masa lalu itu, dari dulunya biaya haji memang segitu. Coba anda bandingkan dengan harga emas 24 karat. Pada 2007 misalnya, waktu itu biaya haji atau Bipih 2007 sebesar Rp 30 juta. 

Waktu itu, harga emas 24 karat seharga Rp 184 ribu per gram. Maka coba anda hitung Rp 30 juta : 184 ribu, maka hasilnya 163 gram emas 24 karat !!! Kalau disamakan dengan uang pada November 2023 ini dengan harga 1 gram emas 24 karat yang harganya sekitar Rp 1.095.000  maka biaya haji atau bipih yang harus dibayarkan per jamaah sekitar Rp 178.485.000 !!

Artinya, kalau biaya haji atau bipih yang sebelumnya diusulkan oleh Kemenag yaitu sebesar Rp 70 juta dibagi dengan harga 1 gram emas 24 karat saat ini, yaitu sebesar Rp 1.095.000 ribu maka hasilnya 63,9 gram emas 24 karat. Masih terhitung murah, karena masih mendapatkan subsidi dari nilai manfaat.

Lah, apalagi jika hanya membayar Rp 56 juta... 

Lah, apalagi jika hanya membayar Rp 56 juta (sebagaimana diusulkan Fraksi PPP). Dibagi Rp 1 gram emas (Rp 1.095.000), maka akan didapatkan hasil 51 gram emas saja. Untung bukan jamaah haji tahun ini?

Bandingkan jamaah haji tahun 2007 yang harus membayar setara 163 gram emas dengan jamaah haji tahun 2024 yang hanya membayar 50,2 gram emas. Padahal, mereka mendapatkan 'subsidi' dari nilai manfaat dana haji yang sumbernya berasal dari 5,2 juta jamaah haji tunggu yang masih mengantre belasan hingga puluhan tahun lagi.

Maka dari itu, saya mengapresiasi Kemenag yang telah berani selama dua tahun terakhir mengusulkan kebijakan yang sangat tidak populer. Yakni, menaikkan biaya haji atau bipih lebih dari 2 kali lipat dibanding biaya haji dua-tiga tahun sebelumnya. Namun sayangnya, usulan itu dipatahkan dalam proses politik di DPR.

Kalau ada yang bilang, kasihan nanti jamaah hajinya gagal berangkat karena kemahalan. Jangan lupa, dalam rukun Islam disebutkan bahwa Pergi Haji Bila Mampu (Istithaah). Dan, istithaah merupakan syarat haji.  Istithaah di sini termasuk soal ekonomi, keamanan, kesehatan ruhani dan jasmani.  

Sehingga ke depannya, saya memprediksi jika biaya haji dinaikkan secara bertahap, dan skema pembiayaannya yang mirip-mirip dengan skema ponzi dihilangkan, bukan tidak mungkin yang benar-benar berangkat haji adalah orang yang benar-benar memiliki kualifikasi istithaah secara utuh. Dan, kita berharap Allah SWT memberikan kita istithaah dan memampukan kita semua untuk berangkat haji dengan penuh keadilan. Aamiin.

Dan saya berharap, persoalan ini perlu benar-benar dipikirkan oleh pemerintah, DPR, dan BPKH selaku pengelola haji untuk menetapkan skema pembiayaan haji yang penuh keadilan. Misalnya, dengan mengoptimalisasikan dana haji dengan maksimal dan memberikan manfaat luas untuk calon jamaah haji.

Sehingga, rasa keadilan jamaah haji tunggu terpenuhi tanpa memberikan beban yang sangat berat bagi jamaah haji tahun berjalan. Wallahualam bishawab.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler