Di PBB, Menlu Retno Soroti Rencana PM Israel Mulai Lagi Operasi Militer Penuh ke Gaza
Menlu Retno menilai jeda kemanusiaan selama enam hari di Gaza belum cukup.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menghadiri High Level Debate di Dewan Keamanan PBB untuk membahas situasi di Jalur Gaza, Rabu (29/11/2023). Saat memberikan pernyataan nasional, Retno menyorot pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang hendak melancarkan kembali serangan ke Gaza ketika gencatan senjata usai.
“Perdana Menteri Netanyahu menyebutkan bahwa ia akan memulai kembali operasi militer penuh ketika jeda kemanusiaan berakhir. Saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak dapat memahami jika Dewan Keamanan membiarkan ancaman berkelanjutan terhadap kemanusiaan ini terjadi,” ujar Retno.
Menlu mengungkapkan, Indonesia menyambut gencatan senjata yang berlangsung saat ini antara Hamas dan Israel. Dia turut mengapresiasi adanya pembebasan sandera dan tahanan oleh kedua belah pihak.
Namun, Retno menilai, hal itu belum cukup dan memadai. “Jeda kemanusiaan terlalu sempit dan rapuh serta tidak akan mampu menciptakan situasi yang lebih baik di Gaza,” ucapnya.
Retno turut menyoroti meningkatnya aksi penyerangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat. “Indonesia juga semakin sangat prihatin dengan situasi yang berkembang di Tepi Barat dengan semakin banyaknya serangan terhadap warga Palestina, termasuk kamp pengungsi. Sementara sebagai bagian dari jeda kemanusiaan (Hamas-Israel) para tahanan dibebaskan, di sisi lain, jumlah tahanan baru yang ditahan secara sewenang-wenang di Tepi Barat juga hampir sama,” kata Menlu.
“Kapan kekejaman ini bisa dihentikan? Apa yang akan terjadi pada Gaza, Tepi Barat dan Palestina? Akankah mereka memiliki masa depan?” tambah Retno.
Menlu mengingatkan bahwa Dewan Keamanan memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga perdamaian dan keamanan. “Dewan harus bertindak untuk menjaga kepercayaan pada sistem multilateral. Dewan harus memastikan bahwa permusuhan tidak kembali terjadi dengan balas dendam dan bekerja sama untuk melampaui jeda kemanusiaan menuju gencatan senjata yang bertahan lama,” ucapnya.
Menurut Retno, diperlukan tindakan lebih lanjut untuk memberikan dampak signifikan pada Gaza, Tepi Barat, dan Palestina. Pertama, memberikan bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, memadai, aman, terpantau dengan baik, dan berkelanjutan di seluruh Gaza. Kedua, memastikan kepatuhan terhadap hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional. Ketiga, pentingnya gencatan senjata untuk mengakhiri semua permusuhan.
Di akhir pernyataannya, Retno mengingatkan kembali bahwa Palestina mempunyai hak merdeka berdasarkan solusi dua negara. “Ini adalah waktu yang tepat untuk memulai kembali proses perdamaian,” ujar Menlu.
High Level Debate on Gaza di Dewan Keamanan PBB dipimpin Menlu Cina Wang Yi. Kursi presiden bergilir Dewan Keamanan untuk bulan ini dipegang oleh Beijing.
Jika tak diperpanjang, gencatan senjata Hamas dan Israel akan berakhir pada Kamis (30/11/2023) pagi. Namun, Hamas telah menyampaikan bahwa mereka sedang terlibat perundingan dengan Tel Aviv agar gencatan senjata dapat diperpanjang lagi.
Gencatan senjata Hamas-Israel seharusnya usai pada Senin (27/11/2023). Tapi kedua belah pihak sepakat melakukan perpanjangan selama dua hari guna memfasilitasi pembebasan lebih banyak sandera Israel dan tahanan Palestina.
Sepanjang gencatan senjata yang dimulai sejak 24 November 2023 lalu, Hamas telah membebaskan lebih dari 80 sandera. Sebanyak 60 di antaranya merupakan warga Israel.
Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas disebut menculik setidaknya 240 orang. Sebagian besar dari mereka merupakan warga sipil, yang terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing.
Sementara itu, sebagai imbalan atas pembebasan para sandera oleh Hamas, Israel telah membebaskan 180 tahanan Palestina dari penjara-penjara di Tepi Barat.
Sejauh ini, jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menembus 15 ribu jiwa. Mereka termasuk 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan. Sedangkan korban luka mencapai 33 ribu orang.