Kado Pahit Hari Disabilitas dari Tasikmalaya

Ironisnya, pelaku penganiayaan itu merupakan orang tua kandung anak tersebut. 

ANTARA/Adeng Bustomi
Penyandang disabilitas menjalani fisioterapi dalam rangkaian peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) di Gedung Galih Pawestri, Kota Tasikmalaya.
Rep: Bayu Adji P Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Dunia memperingati Hari Disabilitas pada 3 Desember setiap tahunnya. Namun, peringatan Hari Disabilitas pada tahun ini ternodai dengan kasus penganiayaan yang berujung anak berkebutuhan khusus di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, meninggal dunia. Ironisnya, pelaku penganiayaan itu merupakan orang tua kandung anak tersebut. 


"Ini adalah kado yang cukup pahit bagi kita sekalian. Di sela-sela kita merayakan Hari Disabilitas, tapi hari ini kita mendapat kado yang lumayan pahit," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Senin (4/12/2023).

 

Polres Tasikmalaya menggelar konferensi pers terkait kasus penganiayaan anak berkebutuhan khusus hingga meninggal dunia, Senin (4/12/2023). Kedua tersangka kasus itu merupakan orang tua kandung korban. - (Republika/Bayu Adji P)

 

Ungkapan Ato disampaikan seusai Kepolisian Resor (Polres) Tasikmalaya menggelar konferensi pers terkait kasus penganiayaan yang menyebabkan seorang ABK berusia 10 tahun meninggal dunia. Dalam kasus itu, kedua orang tua korban yang masing-masing berinisial SM (50) dan DK (61) telah ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat kepolisian. 

Menurut Ato, kasus penganiayaan terhadap ABK yang terjadi di wilayahnya itu menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak. Ia tak ingin kasus serupa terjadi lagi ke depannya.

"Ke depan, di Kabupaten Tasikmalaya tidak boleh terulang kembali," ujar dia.

KPAID Kabupaten Tasikmalaya sendiri mendapatkan sekitar 88 kasus terkait anak selama 2023. Dari total kasus itu, perundungan atau bullying dan pencabulan masih menjadi kasus yang mendominasi. 

Ato menambahkan, pihaknya juga mendapatkan sekitar tiga laporan terkait kasus kekerasan yang menimpa ABK pada tahun ini. Namun, kasus yang berujung kematian baru terjadi satu kali.

"Tentu ini menjadi catatan kami. Kami akan melakukan input ke pemda agar lebih masif untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat," kata dia.

Menurut dia, hal yang penting untuk disosialisasikan adalah memberi pemahaman kepada orang tua terkait pola didik dan pola asuh kepada ABK. Pasalnya, masih banyak orang tua yang belum paham pola asuh terhadap anak disabilitas. 

"ABK ini sebaiknya untuk diperlakukan sama. Artinya, dalam memberikan kasih sayang untuk tidak dipilah-pilah," ujar dia.

Sementara berdasarkan pengamatannya di lapangan, masih banyak orang yang memandang sebelah mata kepada anak disabilitas. Itu disebut tidak boleh lagi terjadi.

Sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Tasikmalaya Iptu Ridwan Budiarta mengatakan, kasus penganiayaan terhadap ABK di Kecamatan Singaparna diduga dilakukan oleh orang tua kandung korban. Kedua tersangka diduga melakukan kekerasan sejak tiga bulan terakhir sebelum korban meninggal dunia.

"Dari tujuh bulan dititipkan, kurang lebih korban mengalami penganiayaan tiga bulan sebelum meninggal," kata dia, Senin (4/12/2023).

Korban diketahui dirawat sejak kecil oleh orang tua angkat. Namun, sekitar tujuh bulan sebelum meninggal, korban dititipkan kepada orang tua kandungnya. Namun, pada 12 Oktober 2023, berdasarkan hasil penyelidikan polisi, korban diduga mengalami penganiayaan setiap hendak makan dan menjelang mandi oleh orang tua kandungnya. Ridwan mengatakan, hampir setiap saat hendak menjelang memandikan atau memberi makan korban, tersangka melakukan penganiayaan terhadap anak kandungnya itu. 

Aksi penganiayaan itu diduga dilakukan dengan cara membenturkan kepala korban, memukul korban dengan kayu, sapu, gayung, dan sendok. "Kekerasan itu seperti dipukul, dicubit, lalu saat memandikan selalu ditarik. Karena memang kamar mandi di luar," ujar dia.

Ia menambahkan, polisi juga telah mengamankan sejumlah barang bukti. Barang bukti itu antara lain perbedaan foto korban selama dirawat oleh orang tua asuh dan orang tua kandungnya, foto korban meninggal dunia, bantal dan sarung dengan bekas darah, serta pakaian korban.

Menurut Ridwan, polisi juga telah melakukan ekshumasi dan autopsi terhadap jenazah korban. Hasilnya, ditemukan luka-luka di tubuh korban. 

"Dari hasil autopsi ada salah satu luka (bekas benda) tajam yang menyebabkan kematian. Itu tembus ke bagian organ vital korban," kata dia.

Atas perbuatannya, kedua tersangka akan dikenakan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 351 KUHP. Kedua tersangka diancam dengan hukuman pidana 15 tahun penjara.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler