Jepang tak Siap Hadapi Potensi Krisis Pengungsi dari Taiwan?

Jepang tak memiliki rencana kemanusiaan untuk para pengungsi.

techgenie.com
Bendera Jepang
Rep: Lintar Satria Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Panglima Pasukan Bela Diri Jepang (SDF) Jenderal Yoshihide Yoshida menyaksikan sendiri krisis pengungsi di Polandia akibat serangan Rusia ke Ukraina. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah Jepang belajar dari krisis pengungsi di negara tersebut.

"Jika sesuatu yang serupa terjadi di dekat kami, kami harus menawarkan respons kemanusiaan yang sama, tetapi hal itu tidak boleh diserahkan kepada SDF, melainkan harus dipertimbangkan secara menyeluruh oleh seluruh pemerintah," katanya di Tokunoshima, di ujung timur rantai kepulauan Jepang.

Warga Pulau Yonagunia yang hanya 110 kilometer dari Taiwan khawatir akan adanya gelombang pengungsi bila Cina menyerang pulau yang dikelola pemerintah demokratis tersebut. Beijing yang mengklaim Taiwan bagian dari wilayahnya meningkatkan tekanan diplomasi dan militer sejak tahun lalu. Bulan lalu Taiwan mendeteksi pesawat terbang Cina di atas Selat Taiwan dan melihat kapal perang melakukan patroli kesiapan tempur.

Sekitar 200 pasukan SDF di Yonaguni dapat menjadi salah satu pasukan pertama yang merespons krisis pengungsi jika Asia Timur, seperti yang diperingatkan Perdana Menteri Fumio Kishida tahun lalu. Namun, dalam lebih dari 100 halaman dokumen yang menguraikan pembangunan militer Kishida, pengungsi hanya disebutkan satu kali, dalam referensi umum untuk bekerja sama dengan PBB.

Seorang pejabat Amerika Serikat (AS) yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan Tokyo ragu-ragu untuk mengimplementasikan rencana kemanusiaan khusus di Yonaguni karena hal itu dapat membuat Cina percaya Jepang sedang mempersiapkan konflik Taiwan. Bahkan, jika Kishida memiliki rencana pengungsian, ia masih akan menghadapi hambatan, yakni hubungannya dengan pemerintah Okinawa yang mengelola Yonaguni.

Gubernur Okinawa Denny Tamaki menginginkan lebih sedikit pasukan AS yang ditempatkan di prefekturnya. Ia juga menolak ekspansi militer Kishida dan mengatakan menjadi tugas perdana menteri untuk mengatur para migran yang datang dengan perahu.

"Bahkan jika itu diserahkan kepada pemerintah daerah, otoritas dan sumber daya keuangan untuk hal ini belum didefinisikan dengan jelas," katanya dalam sebuah wawancara.

Kebencian terhadap Tokyo masih tersisa di Okinawa atas kematian satu dari empat penduduk pulau tersebut pada Perang Dunia Kedua dan kehadiran militer yang cukup besar di sana sejak saat itu.

Pada bulan Maret lalu pejabat Okinawa dan Tokyo melakukan latihan pertama mereka untuk mensimulasikan evakuasi sekitar 120.000 penduduk dan turis di pulau-pulau barat daya Jepang, termasuk Yonaguni dengan memperhitungkan operasi tersebut akan memakan waktu sekitar satu pekan.

"Tidak ada jaminan pengungsi tidak akan datang dari Taiwan dan itu akan membebani sistem," kata salah satu penasihat latihan, Hironobu Nakabayashi dari Institut Penelitian Manajemen Bencana dan Sistem Medis Darurat Universitas Kokushikan.

Jepang tak punya rencana kemanusiaan untuk para pengungsi....

Baca Juga


Salah satu warga Yonaguni, Satoshi Nagahama, 33, terkejut ketika mengetahui pemerintah tidak memiliki rencana kemanusiaan untuk para pengungsi.

"Saya rasa kami tidak dapat menangani semua pengungsi. Pemerintah harus membawa mereka ke tempat lain," katanya di pelabuhan terdekat pulau itu dengan Taiwan, di mana ia mengangkut ikan marlin biru dari kapal nelayan dan mengemasnya dalam es.

Pusat komunitas yang menampung para pengungsi Vietnam pada tahun 1970-an sudah ditutup selama satu dekade. Dinding betonnya ambruk dan ditutupi dengan kelambu hijau.

Tanpa bantuan pemerintah, beberapa penduduk mengatakan krisis pengungsi menjadi tanggung jawab dua orang polisi atau pejabat balai kota, termasuk Koji Sugama, seorang mantan tentara yang berusia 65 tahun.

Pada bulan April lalu dipekerjakan untuk meningkatkan penanggulangan bencana.  Salah satu tugasnya adalah membeli pasokan darurat untuk warga, termasuk air minum dan makanan siap saji yang dikemas ke dalam tiga kontainer baja yang tersebar di seluruh pulau.

"Ini cukup untuk satu, mungkin dua hari, tidak cukup untuk dibagikan," katanya sambil berdiri di dalam salah satu kontainer.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler