Nepal Tangkap 10 Tersangka yang Jual Pemuda Pengangguran untuk Dijadikan Tentara Rusia

Mereka mengirim pemuda pengangguran Nepal untuk direkrut jadi tentara Rusia.

AP
Kepolisian Nepal menangkap 10 orang karena diduga mengirim sejumlah pemuda pengangguran dari Nepal untuk direkrut menjadi tentara Rusia
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Kepolisian Nepal telah menangkap 10 orang yang terlibat dalam aktivitas perdagangan manusia. Mereka dibekuk karena diduga mengirim sejumlah pemuda pengangguran dari Nepal untuk direkrut menjadi tentara Rusia yang kini masih berperang di Ukraina. 

Kepala Kepolisian Distrik Kathmandu, Bhupendra Khatri, mengungkapkan, dalam praktiknya, para tersangka biasanya meminta biaya hingga 9.000 dolar AS kepada masing-masing korban. Para pemuda Nepal itu kemudian dikirim ke Rusia menggunakan visa kunjungan turis. Sesampainya di sana, mereka akan mengikuti perekrutan ilegal menjadi tentara Rusia. “Ini adalah kasus penyelundupan manusia, kejahatan terorganisir,” kata Khatri, Rabu (6/12/2023).

Dia menambahkan bahwa kasus tersebut akan segera dibawa ke pengadilan. “Kami sedang berdiskusi dengan pengacara pemerintah mengenai kasus ini dan akan membawa mereka ke pengadilan,” ucapnya.

Kendati demikian, Khatri tak menjelaskan kapan ke-10 tersangka akan dihadirkan di pengadilan. Sejauh ini, belum ada keterangan apa pun dari para tersangka. Pekan ini Nepal telah meminta Moskow untuk tidak merekrut warganya menjadi tentara Rusia. Selain itu, Nepal pun meminta Moskow memulangkan tentara Nepal di angkatan bersenjatanya setelah enam warganya yang bertugas di militer Rusia terbunuh dalam pertempuran.

Nepal juga meminta Rusia memberikan kompensasi kepada keluarga warga Nepal yang terbunuh setelah bergabung menjadi tentara Rusia. Saat ini Rusia masih terlibat pertempuran dengan Ukraina. Perang antara kedua negara itu pecah pada Februari tahun lalu.

Akhir November lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hungaria Peter Szijjarto mengatakan, para menlu negara anggota NATO telah mengakui bahwa serangan balik yang dilancarkan Angkatan Bersenjata Ukraina terhadap pasukan Rusia mengalami kegagalan. Hal itu disampaikan Szijjarto seusai menghadiri pertemuan para menlu NATO di Brussels, Belgia, 28 November 2023. 

“Tujuan dan harapan serangan balik Ukraina telah pupus karena tidak ada perubahan besar di medan perang dan tidak ada terobosan sejak awal. Hal ini telah diakui oleh banyak orang di sini. Secara diam-diam, hati-hati, namun tetap diakui,” kata Szijjarto kepada para jurnalis Hungaria, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS. 

Menurut Szijjarto, hampir tidak ada yang menganggap bahwa operasi serangan balik Ukraina terhadap Rusia berjalan sukses. “Mereka kebanyakan mengatakan bahwa hal itu memberikan hasil lebih rendah dari perkiraan,” ucapnya.

Seharusnya Ukraina menandatangani perjanjian damai tahun lalu....

Baca Juga


 

Sementara itu asisten presiden Rusia, Vladimir Medinsky, mengatakan, Ukraina bisa menyelamatkan ratusan ribu nyawa jika mereka mau menandatangani perjanjian damai dengan Moskow tahun lalu. “Saya sangat yakin bahwa jika Kiev menandatangani perjanjian damai dengan persyaratan yang dapat diterima bersama, maka hal itu akan menyelamatkan nyawa ratusan ribu tentaranya. Namun (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelenskyy memilih perang,” ujar Medinsky pada 28 November 2023 lalu.

Medinsky adalah pejabat yang memimpin delegasi Rusia dalam perundingan damai dengan Ukraina tahun lalu. Menurut Medinsky, saat ini Ukraina sudah mengakui bahwa mereka tidak independen. Artinya, keputusan-keputusan yang diambil Kiev dipengaruhi atau bahkan ditentukan pihak luar.

“Presiden kami (Vladimir Putin) telah berulang kali mengatakan bahwa pemerintah Kiev saat ini tidak berdaulat atau independen ketika mengambil keputusan politik yang penting. Sekarang kita melihat bahwa mereka sendiri mengakui hal ini. Mereka sendiri terpaksa mengakui bahwa mereka diperintah dari luar,” ucap Medinsky. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler