Enam Kasus Mycroplasma Pneumonia Ditemukan di Jakarta, Ini Gejala yang Dirasakan Pasien

Semua pasien mycroplasma pneumonia memiliki gejala yang hampir sama.

Flickr
Batuk (ilustrasi)
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada enam kasus mycoplasma pneumonia yang terjadi di Indonesia. Dari enam pasien itu, seluruhnya sudah kembali sehat setelah menjalani perawatan, baik itu rawat inap ataupun rawat jalan.   

Baca Juga


“Saat ini ada enam kasus mycoplasma pneumonia yang pernah, saya katakan yang pernah karena ini ternyata sudah lama, pernah dirawat di beberapa rumah sakit. Ada dua (rumah sakit), yang lima di Medistra, dan 1 di Rumah Sakit JWCC,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers, Rabu (6/12/2023).

Maxi merinci, pasien mycoplasma pneumonia di Rumah Sakit Medistra ada yang dirawat inap dan dirawat jalan. Di mana, dua orang dirawat inap pada 12 Oktober dan 25 Oktober 2023. Kemudian sisanya dirawat jalan pada November 2023. Sementara di Rumah Sakit JWCC ada satu pasien yang dirawat inap, sisanya dirawat jalan. Kini, semuanya sudah pulih dari penyakit itu. 

“Laporan dari yang kami dapat laporan dari rumah sakit, mereka semua sudah sembuh. Semua sudah sembuh dan memang gejala awalnya, sama dengan pneumonia pada umumnya,” jelas Maxi.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium, para pasien itu memang positif bakteri mycoplasma pneumoniae. Dia menjelaskan, gejala yang dialami oleh seluruh pasien tersebut serupa, yakni demam, batuk disertai ingus, sakit kepala, dan terasa sesak. Pasien-pasien tersebut berada di rentang usia tiga sampai 12 tahun. Semuanya, kata dia, mengalami gejala yang hampir sama. 

“Kami mengambil cross check untuk dua sampel yang masih ada di simpan rumah sakit Medistra dan memang ada bakteri mycoplasma pneumoniae,” kata dia.

Dari temuan itu, Maxi menjelaskan, Kemenkes akan melakukan penelusuran lebih lanjut dengan penyelidikan epidemologi. Tim dari Kemenkes, kata dia, akan menggali informasi terkait pasien-pasien itu, mulai dari tempatnya sekolah, di mana dia tinggal, dan lainnya untuk dapat segera melakukan intervensi. Sebab, penyakit itu mudah menular lewat droplet.

“Pokoknya di sekolah itu siapa aja yang kena, tinggal di mana, itu kita akan kejar sehingga kita bisa melakukan intervensi. Penularannya kan droplet. Jadi mudah sekali menular,” jelas Maxi.

Maxi pun kembali mengingatkan seluruh pihak terkait untuk melaporkan kepada Kemenkes dalam waktu satu kali 24 jam apabila menemukan pasien dengan mycoplasma pneumonia. Hal itu perlu dilakukan sebagaimana surat edaran yang sudah diterbitkan oleh Kemenkes beberapa waktu lalu untuk mencegah penyebaran penaykit mycoplasma pneumonia. 

“Itu langkah-langkah yang akan kita buat, sambil terus kami mengimbau pada masyarakat agar supaya perilaku hidup bersih itu tetap dilakukan. Sering mencuci tangan pakai sabun itu dilakukan. Kalau flu, ada sakit saat beringus, itu wajib ya, sebenarnya itu diri sendiri yang mewajibkan pakai masker. Kalau pemerintah mengimbau,” tutur dia.

Meski demikian, Maxi menekankan, penanganan penyakit tersebut sejatinya tidak terlalu sulit untuk dilakukan karena bukan berbentuk virus, melainkan bakteri. Penanganannya, kata dia, hanya membutuhkan antibiotik. Di samping itu, dia juga menuturkan, penyakit mycoplasma pneumonia bukanlah penyakit baru, tapi penyakit yang umum sejak dulu, bahkan sebelum ada Covid-19. 

“Jadi penyakit ini memang sudah lama ada. Cuma memang di China itu naik, naiknya apa karena pengaruh musim itu juga belum tahu. Tapi memang umumnya di Eropa, kalau penyakit ini di musim panas, itu rata-rata naik. Jadi kadang di musim panas mau beralih ke hujan, ada perubahan, pancaroba,” ungkap dia.

 

Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Pusat dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Nastiti Kaswandani menyebut tingkat keparahan mycroplasma pneumonia tidak separah SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Menurut Nastiti,tingkat mortalitas atau risiko kematian dari penyakit itu relatif rendah.

"Dibandingkan dengan Covid-19, influenza, atau penyebab pneumonia lain seperti pneumokokus yang kemarin vaksinnya baru kita adopsi di program nasional, itu keparahan miycroplasma pneumonia jauh lebih rendah," katanya dalam konferensi pers virtual terkait mycroplasma pneumonia diikuti dalam jaringan (daring) di Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Ia mengatakan, mycoplasma pneumonia bukan suatu bakteri yang baru di dunia, berbeda dengan Covid-19 yang memang sejak 2019 dikenal sebagai virus baru. Nastiti mengatakan, mycoplasma pneumonia sudah lama disebutkan dalam berbagai literasi tentang pneumonia sebagai bakteri penyebab pneumonia pada anak.

Ia menerangkan, gejala yang ditimbulkan hampir mirip dengan gejala Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA), diawali demam kemudian batuk. "Batuk ini mengganggu, bisa sampai dua sampai tiga pekan menetapnya, cukup lama," kata Nastiti.

Gejala lainnya yang juga mengiringi pasien mycroplasma pneumonia, lanjutnya, adalah nyeri tenggorok. Pada anak dewasa, terkadang nyeri dada hingga lemas.

Nastiti mengatakan tingkat mortalitas atau risiko kematian dari penyakit itu relatif rendah, hanya 0,5 sampai 2 persen. "Itu pun hanya terjadi pada mereka dengan komorbiditas," katanya.

Nastiti mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir berlebihan terhadap mycroplasma pneumonia yang kini terdeteksi di Jakarta mencapai enam kasus per November 2023. Alasannya, kata dia, gejala ringan yang umum terjadi pada pasien mycroplasma pneumonia dapat sembuh dengan sendirinya.

"Makanya kalau pada literatur di luar negeri mereka sebut nama lainnya walking pneumonia, karena ini anaknya masih bisa jalan-jalan, beraktivitas biasa, tidak seperti gambaran pneumonia tipikal yang anaknya harus diinfus pakai oksigen, dirawat inap di rumah sakit," katanya.

Nastiti menambahkan, istilah walking pneumonia menunjukkan pasien dalam kondisi klinis pasien cukup baik, sehingga masih bisa beraktivitas. "Sehingga sebagian besar kasusnya bisa dirawat jalan dan pemberian obat secara minum dan anaknya bisa sembuh sendiri," ujar Nastiti.

Cara sembuhkan batuk tanpa obat. - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler