Sosok Intelijen CIA yang Justru Dukung Palestina dan Gagalkan Operasi Rahasia Amerika

CIA mempunyai kepentingan besar di Palestina dan kawasan

Dok Istimewa
Clayton Ames agen CIA. CIA mempunyai kepentingan besar di Palestina dan kawasan
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jurnalis sekaligus sejarawan Amerika Serikat, Kay Byrd, mengungkap bagaimana seorang intelijen yang diutus Amerika Serikat, bersimpati pada Palestina. Fakta ini terungkap dalam sebuah buku berjudul Al Jaasuus Al Nabiil yang ditulis oleh Kay Byrd sendiri.

Baca Juga


Intelijen Amerika Serikat yang dimaksud adalah seorang perwira Amerika bernama Robert Clayton Ames. Dalam operasinya, dia tidak mau merekrut seseorang untuk menjadi informan resmi CIA dengan memberinya gaji. Justru Ames punya tujuan membangun hubungan yang terpercaya dengan orang-orang Arab.

Kay Byrd mengungkapkan, Ames jatuh cinta pada sejarah dan bahasa Arab saat memulai tugas pertamanya sebagai atase komersial di konsulat Amerika di Dhahran, Arab Saudi. Posisinya sebagai atase ini merupakan kedok untuk menutupi dirinya yang sebenarnya, yaitu pejabat pusat intelijen Amerika Serikat.

Tugasnya adalah memberi gambaran tentang gerakan nasionalis Arab kepada CIA. Namun selama beroperasi melakukan tugas intelijen di sana, Ames malah sangat tertarik untuk berkomunikasi dengan orang-orang Arab, baik yang ada di perkotaan maupun di gurun pasir. 

Ames kemudian pindah bekerja sebagai atase media di Aden, Yaman. Selama bertugas, dia juga bersimpati dengan kaum revolusioner Yaman yang melawan Inggris, dan laporannya penuh dengan kritik terhadap cara Inggris menangani rakyat Yaman dan pemahaman tentang penyebab revolusi. Bahkan Ames dalam laporan intelijennya meminta untuk mengakhiri keberadaan Inggris di Aden, Yaman. 

Posisi Ames membuat dirinya dekat dan bersahabat dengan Abdel Fattah Ismail, seorang komunis Yaman yang menjadi presiden negara komunis pertama di dunia Arab. Karena mereka dekat, Ames pun bisa mengidentifikasi cara berpikir kaum revolusioner Arab.

Ames juga mengenal Basil Al Kubaisi, seorang Sunni Irak yang telah bekerja dengan Gerakan Nasionalis Arab sejak menjadi mahasiswa di Universitas Amerika di Beirut. Al Kubaisi lalu pindah ke Blok Al Sya'biyyah Al Filistiniyyah. Tesis doktoralnya mengulas gerakan nasioanalis Arab. 

Ames bisa memahami banyak hal tentang nasionalis Arab melalui percakapannya dengan Basil. Namun sayangnya Basil kemudian dibunuh Mossad, organisasi intelijen Israel.

Orang ketiga yang ditemui Ames adalah Ali Hassan Salama. Hubungan di antara keduanya membuka jalan bagi penandatanganan perjanjian perdamaian di halaman Gedung Putih. Sosok yang membuka jalan terjalinnya hubungan antara Robert Ames dan Ali Hassan Salama adalah Mustafa Zein. 

Baca juga: Heboh Wolbachia, Ini Tafsir dan Rahasia Nyamuk yang Diabadikan Alquran Surat Al-Baqarah

Bagaimana ceritanya sampai Ames bisa bertemu Zein? Mustafa Zein adalah warga Lebanon keturunan dari keluarga kaya Syiah. Zein belajar di Gerrard School of the Anglican Church, sebuah sekolah berasrama yang terletak di Sidon, Lebanon. Kemudian dia pindah ke Amerika untuk kuliah. Karena tertarik politik, dia terpilih sebagai Wakil Presiden Organisasi Mahasiswa Arab di Amerika dan Kanada.

Lewat organisasi itu, Zein berkomunikasi dengan Persatuan Mahasiswa Nasional Amerika (National Union of American Students). Inilah yang kemudian menjadi jelas bahwa intelijen Amerika telah mensponsori pembentukan Serikat Mahasiswa Amerika (American Student Union), sebagai sarana untuk menyusup ke organisasi mahasiswa asing.

Setelah lulus, Zein menjadi...

Setelah lulus, Zein menjadi penasihat khusus dan penerjemah Pangeran Zayed di Abu Dhabi. Zein menerima panggilan telepon dari seorang pengunjung Amerika yang memperkenalkan dirinya sebagai atase komersial di Konsulat Amerika. 

Ketika mereka bertemu, orang Amerika tersebut menjelaskan kepada Zein ihwal perwakilan kantor CIA tersebut. Si orang Amerika itu ingin menjalin hubungan komunikasi dengannya. Zein tampak tidak terkejut dan tidak menolak secara tegas. 

Pengunjung Amerika tersebut memberitahu bahwa nanti di Lebanon Zein akan menerima komunikasi dari seorang pria bernama Bob Ames (Robert Clayton Ames). Setahun kemudian, Zein bertemu dengan Ames. Ames membuka percakapan dengan mengatakan bahwa kantor CIA telah mengumpulkan detail kehidupannya. Zein tidak terkejut. Justru yang membuat dia terkejut adalah ketika Amerika berkomplot dengan Zionis Israel untuk mengorbankan negara-negara Arab.  

Pada akhirnya, Zein bekerja sama dengan Ames. Abdel Fattah, Basil Al Kubaisi, dan juga Zein, tidak menerima uang sepeser pun selama menjalin komunikasi dengan Ames untuk memberikan informasi. 

Ames berterus terang kepada Zein, bahwa dia ditugaskan oleh Presiden Amerika Serikat Richard Nixon untuk menemukan cara melakukan kontak komunikasi dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Di sinilah Zein mengenalkan Ames pada Ali Hassan Salama, atau Pangeran Al-Ahmar, yakni komandan intelijen Fatah. 

Keluarga Salama pindah ke Beirut setelah ayahnya, pemimpin Palestina bernama Hassan Salama, mati syahid selama operasi militer melawan Zionis Israel pada 1948. Presiden Mesir kala itu, Gamal Abdel Nasser memerintahkan untuk membawa istri Hassan Salama, yang menderita dalam mengasuh anak-anaknya, ke Mesir. 

Di Mesir, anak-anak Hassan Salama, termasuk Ali Hassan Salama, mengenyam pendidikan dengan biaya negara. Pemerintah Gamal Abdel Nasser juga mengalokasikan gaji untuk keluarga Hassan Salama. 

Ali Hassan Salama mengambil spesialisasi di bidang teknik, dan setelah menyelesaikannya ia belajar bahasa Jerman, kemudian bergabung dengan organisasi Fatah. Yasser Arafat, yang saat itu Ketua PLO, menugaskan Ali Hassan Salama ke Badan Pengawasan yang khusus menangani kontra-intelijen. 

Ali dilatih oleh intelijen Mesir, dan kemudian dia mendirikan badan intelijen Palestina bernama Al Quwwah 17. Ali berteman dengan Mustafa Zein melalui Persatuan Mahasiswa Arab, dan kemudian menyatakan keinginannya untuk menghubungi pejabat Amerika. 

Ali Hassan Salama menjadi sumber informasi utama bagi agen intelijen Amerika Serikat Robert Ames alias Bob Ames, mengenai situasi Palestina. Informasi yang disampaikan Ames kepada CIA memiliki pengaruh besar.

Baca juga: Pesan Rasulullah SAW: Jangan Pernah Tinggalkan Sholat 5 Waktu

Informasi yang Ames berikan kepada CIA menjadi penyebab munculnya diskusi yang serius dan meluas mengenai apakah lebih baik bagi Amerika untuk meninggalkan Raja Hussein di Yordania demi PLO. Jika bukan karena Perang Dingin, tentu ini akan menjadi pilihan yang nyata. 

Ames menggambarkan Gamal Abdel Nasser sebagai sosok yang memiliki kepedulian besar dan pemimpin populer yang dengan tulus berusaha memperbaiki kehidupan petani miskin di Mesir. Namun Nasser membangun negara yang tidak efisien dan terkadang goyah. Nasser digambarkan tidak diktator, dan tidak korup. 

Lebih dari satu presiden Amerika...

Lebih dari satu presiden Amerika mencoba menggulingkan Gamal Abdel Nasser di Mesir. Bahkan pusat intelijen Amerik Serikat sampai merencanakan penggulingan dengan bekerja sama bersama lawan-lawan politiknya di dalam dan di luar Mesir.

Ames secara pribadi terpengaruh oleh apa yang dia peroleh dari dialognya dengan Ali Hassan Salama. Namun bentuk hubungan tersebut tidak nyaman bagi kalangan berpengaruh di CIA. Apalagi, Ames punya perbedaan pemikiran dengan atasannya. 

Ames tidak ingin merekrut agen intelijen resmi, sedangkan atasannya Ames justru ingin hal yang sebaliknya, merekrut agen resmi, yang artinya menjadi bagian dari intelijen Amerika Serikat yang diupah. Adapun sumber-sumber informasi yang diperoleh Ames, seperti Ali Hassan Salama dan Zein, tidak dibayar alias gratis karena kesamaan mereka.

CIA menyebut risalah pertemuan antara Ames dan Ali Hassan Salaman sebagian besar hanyalah hasil pandangan mata. Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon dan sekretarisnya, Kissinger, merasa bahwa saluran komunikasi belakang dengan pihak PLO justru bermanfaat. Namun Nixon juga lebih suka hubungan tersebut dilakukan melalui agen intelijen resmi.

Diskusi semakin intensif di markas utama CIA mengenai sifat hubungan antara Ames dengan Ali Hassan Salama. Beberapa petugas bersikeras bahwa Ames harus menjadikan Ali Hassan Salama sebagai informan resmi. 

CIA berpendapat bahwa Yasser Arafat secara pribadi mengetahui rincian hubungan tersebut. Ada pula yang berpendapat di dalam CIA bahwa Ali Hassan Salama mungkin telah meyakinkan Yasser Arafat bahwa dia mampu merekrut salah satu intelijen Amerika Serikat. Dalam keadaan itu, Ames menentang pendekatan tersebut. Dia menekankan, hubungannya dengan Ali Hassan Salama sebenarnya adalah hubungan dua arah. 

Di sisi lain, Ames juga berusaha mempengaruhi agar PLO bertindak seperti partai politik dan bukan seperti gerakan gerilya. Ames juga ingin agar saluran komunikasi kedua belah pihak berubah menjadi hubungan diplomatik yang nyata. 

Namun semua yang disampaikan Ames tidak meyakinkan CIA untuk mengurungkan niatnya merekrut Ali Hassan Salama. Bahkan Salama sempat ditawari gaji 300 ribu dolar AS per tahun untuk menjadi agen intelijen resmi CIA, tetapi ditolak. Penolakan ini menjadi salah satu faktor yang membuat Salama menjadi target pembunuhan oleh intelijen Amerika Serikat. 

Namun Salama berhasil selamat berkat informasi yang dibocorkan Ames. Ames mendapat informasi dari Amerika Serikat terkait pembuatan surat peledak di Israel. Lalu Ames mengabarkan Salama tentang informasi itu.

Baca juga: Dua Surat Alquran Dibuka dengan Kata Tabarak, Ini Rahasianya yang Agung

Ames memperingatkan bahwa Salama dan teman-temannya seperti Bassam Abu Sharif dan Ghassan Kanafani, akan menjadi target dari surat-surat peledak tersebut. Peringatan yang disampaikan oleh Ames membuat Salama memeriksa surat-surat yang diterimanya sebelum membukanya. Dia pun menemukan salah satu surat berisi jebakan yang bisa membunuhnya. 

Tentu saja, itu bukan satu-satunya pertukaran informasi intelijen antara Ames dan Salama. Pertukaran informasi intelijen di antara mereka telah menggagalkan banyak operasi Amerika Serikat di Palestina.

 

 

Sumber: arabicpost   

Ragam Faksi Militer di Palestina - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler