Dua Jenis KDRT yang Dilaknat Islam, Apa Saja?

Pelaku wajib dihukum tergantung dari tingkat perbuatan KDRT-nya.

Foto : MgRol112
Ilustrasi Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Marak kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebetulnya telah diwanti-wanti dalam Islam. Pelaku wajib dihukum tergantung dari tingkat perbuatan KDRT-nya.

Sebetulnya, apa saja ragam KDRT yang dijelaskan dalam Islam? Ketua III Muslimat NU Mursyidah menjelaskan penganiayaan dalam Islam ada yang bersifat fisik dan non-fisik. Keduanya masuk dalam kategori KDRT.

"Yang non-fisik itu seperti misalnya memanggil orang dengan julukan buruk; si gemblung, si kuntet, atau panggilan-panggilan yang tidak disukai oleh yang bersangkutan," kata Mursyidah saat dihubungi Republika melalui pesan teks, Jumat (8/12/2023).

Tak hanya itu, kata dia, memanggil orang lain dengan panggilan buruk seperti nama-nama tokoh tercela juga dilarang. Misalnya Qarun, Haman, Firaun, dan nama-nama lain yang juga kerap disebutkan dalam Alquran sebagai orang-orang yang tercela.

Di sisi lain, KDRT yang bersifat fisik juga sangat dilarang dalam Islam. Jika KDRT secara fisik terjadi dan korban memiliki bekas penganiayaannya, maka hal itu disarankan segera diajukan sebagai tanda bukti kepada penyidik.

Baca Juga


Larangan KDRT dalam Islam...

Di dalam sebuah hadits disebutkan, “Dari Iyas bin Abdillah bin Abdi Dzubab, Rasulullah SAW memberi perintah: 'Janganlah memukul perempuan.' Tetapi datanglah Umar kepada Rasulullah SAW melaporkan bahwa banyak perempuan yang membangkang terhadap suami-suami mereka.

Maka, Nabi SAW memberi keringanan dengan membolehkan pemukulan itu. Kemudian (akibat dari keringanan itu), banyak perempuan yang datang mengitari keluarga Rasulullah SAW mengeluhkan suami-suami mereka.

Maka, Rasulullah SAW kembali menegaskan, 'Telah datang mengitari keluarga Muhammad banyak perempuan mengadukan (praktik pemukulan) para suami. Mereka itu bukan orang-orang yang baik di antara kamu'.” Hadits tersebut diriwayatkan Imam Dawud.

Ustadz Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku 60 Hadis Hak-Hak Perempuan dalam Islam menjelaskan, hadis tersebut merupakan salah satu versi yang merekam ketegangan pada masa Nabi Muhammad SAW antara kepentingan laki-laki yang ingin menguasai dan mendisiplinkan perempuan, dengan tuntutan perempuan yang menolak menjadi bulan-bulanan praktik kekerasan mereka.

Kemudian, Nabi Muhammad SAW melakukan pelarangan pemukulan. Namun, para laki-laki keberatan karena tidak bisa lagi mendisiplinkan perempuan, tetapi kemudian banyak perempuan datang lagi dan protes. Nabi SAW pun mendengarkan protes mereka dengan seksama.

Dijelaskan bahwa dari hadits tersebut...

Dijelaskan bahwa dari hadits tersebut diketahui beberapa hal. Yang pertama tentang hak perempuan untuk terbebas dari segala jenis kekerasan, apalagi kekerasan dalam rumah tangga.

Kedua, perempuan juga berhak atas nama Islam untuk meminta dukungan kebijakan atau fatwa terhadap hak bebas kekerasan tersebut sampai mereka memperolehnya secara nyata.

Ketiga, diperlukan kesadaran bahwa perjuangan para perempuan ini bisa jadi akan mengganggu dan mengusik sebagian laki-laki. Untuk itu diperlukan kolaborasi dengan laki-laki yang memiliki empati seperti Nabi Muhammad SAW.

Keempat, pemimpin Islam harusnya seperti Nabi Muhammad SAW yang menegaskan Islam sebagai agama kebaikan. Nabi menekankan pentingnya kemaslahatan dan Islam merupakan agama yang bebas dari kekerasan dan kemafsadatan. Nilai inilah yang harus dirasakan baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan.

Suami-istri (ilustrasi) - (republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler