Survei SETARA-INFID Temukan Indeks Kebebasan Berekspresi yang Mengalami Penurunan

Indeks kebebasan berekspresi dan HAM turun lima tahun terakhir

Republika/Prayogi
Demonstrasi (ilustrasi). Indeks kebebasan berekspresi dan HAM turun lima tahun terakhir
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Lembaga SETARA Institute bersama INFID mengungkapkan bahwa subindikator kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam indeks hak asasi manusia (HAM) mengalami penurunan selama lima tahun terakhir.

Baca Juga


"Kalau dibandingkan dengan akhir periode pertama Jokowi yang mencapai 1,9 atau tidak pernah capai angka dua, dan angka itu selalu turun terus-menerus," kata peneliti SETARA Institute Sayyidatul Insiyah di kawasan Menteng, Jakarta, Ahad (11/12/2023).

Insiyah juga mengatakan bahwa angka kebebasan berekspresi dan berpendapat selama 5 tahun terakhir tidak pernah mencapai angka dua. Sebelumnya, pada tahun 2019 (1,9), 2020 (1,7), 2021 (1,6), 2022 (1,5), dan 1,3 pada indeks HAM 2023.

Insiyah menjelaskan bahwa saat ini negara mencoba membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan cara-cara yang lebih halus.

"Seolah-olah demokrasi, padahal sebenarnya di dalamnya juga melakukan pemberangusan. Misalnya, berdasarkan data AJI (Aliansi Jurnalis Independen) mulai 2006 hingga 2023, kriminalisasi terhadap jurnalis atau kebebasan pers itu paling banyak ditemukan pada era pemerintahan Jokowi," katanya.

Berdasarkan data AJI, Insiyah mengatakan bahwa terjadi 84 kasus represif terhadap jurnalis pada tahun 2020. Sebelumnya, jumlah kasus tidak pernah mencapai angka 80 pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ia mengatakan bahwa faktor penyebab rendahnya angka kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan haknya hingga pembatalan diskusi.

"Kita tahu bahwa beberapa diskusi-diskusi yang diadakan oleh masyarakat atau teman-teman mahasiswa di lingkungan kampus kemudian dibatalkan secara sepihak oleh pihak kampus atau rektorat," ujarnya.

Indeks HAM SETARA bersama INFID menggunakan studi pengukuran yang basis utamanya adalah disiplin HAM dan menempatkan negara sebagai pemangku kewajiban, sedangkan warga negara sebagai pemegang HAM.

Baca juga: Remehkan Rencana Satgas Maritim Bentukan Amerika Serikat, Houthi Yaman: Tak Ada Nilainya

Data Indeks HAM diperoleh dari laporan kinerja lembaga negara, laporan organisasi masyarakat sipil, hasil riset lembaga penelitian, data pemantauan SETARA Institute, dan referensi media terpilih.

Data tersebut selanjutnya diolah menjadi narasi yang mendeskripsikan capaian negara dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM.

Penilaian ini menggunakan skala Likert dengan rentang 1—7. Nilai 1 menggambarkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM paling buruk, sedangkan nilai 7 menunjukkan komitmen pemenuhan HAM paling baik.

Penilaian tersebut menggunakan triangulasi sumber dan penilaian profesional sebagai instrumen justifikasi temuan studi. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler