FIFA: Satu dari Lima Pemain Piala Dunia Wanita Alami Pelecehan Online
Sejumlah pemain wanita menerima pesan homofobia, seksual, dan seksis.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pemain di Piala Dunia Wanita sebanyak 29 persen lebih mungkin menerima pelecehan online daripada mereka yang bermain di turnamen sepak bola pria pada 2022, ungkap sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin (11/12/2023). Satu dari lima pemain (152) di Piala Dunia Wanita menerima "pesan diskriminatif, kasar, atau mengancam", menurut FIFA dan asosiasi pemain sepak bola dunia FIFPRO.
Mereka merilis data dari Social Media Protection Service (SMPS) FIFA, yang mencoba membantu melindungi pemain, tim, dan ofisial dari pelecehan dan ujaran kebencian secara online.
Hampir 50 persen dari pesan-pesan kasar yang "terdeteksi dan terverifikasi" adalah homofobia, seksual, dan seksis, SMPS menambahkan.
"Pelecehan yang terus terjadi secara online berdampak pada pemain sepak bola di seluruh dunia dan tidak dapat diabaikan. Lingkungan online yang beracun ini adalah tempat yang berisiko bagi para pemain dan mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan mereka," kata Presiden FIFPRO David Aganzo. "Sepak bola memiliki tanggung jawab untuk melindungi para pemain di sekitar ruang kerja mereka."
SMPS diluncurkan tahun lalu dan telah digunakan dalam delapan turnamen FIFA. SMPS menggunakan kecerdasan buatan untuk mencoba dan mencegah penyalahgunaan di media sosial para peserta.
Laporan ini menganalisis konten yang bersifat menghina dari semua platform media sosial utama selama Piala Dunia Wanita yang diselenggarakan bersama oleh Australia dan Selandia Baru pada bulan Juli dan Agustus. FIFA mengatakan bahwa 5,1 juta postingan dan komentar dalam 35 bahasa yang berbeda telah dianalisis. Lebih dari 400.000 komentar dilaporkan dan disembunyikan.
"Tidak ada tempat di media sosial bagi mereka yang melecehkan atau mengancam siapa pun, baik itu di turnamen FIFA atau di tempat lain," kata presiden FIFA Gianni Infantino. "Diskriminasi tidak memiliki tempat dalam sepak bola dan tidak ada tempat di masyarakat."