Bahan Bakar Sulit, Warga Gaza Beralih ke Kompor Antik untuk Memasak

Kompor kuningan sudah dipakai warga Gaza pada 100 tahun lalu.

AP Photo/Adel Hana
Warga Palestina memasak di depan gedung keluarga mereka yang hancur akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di desa Khuza
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas rutin yang dilakukan warga Palestina saat ini tidak bisa dilakukan secara normal. Cara mereka memasak di tengah gempuran serangan Israel pun salah satu yang tidak biasa dilakukan dalam kehidupan normal.

Dilansir di Arab News, Selasa (12/12/2023), adapun cara masyarakat Gaza memasak adalah dengan menggunakan kompor antik. Kompor tersebut menjadi satu-satunya cara memasak saat perang.

Di sebuah bengkel di Jalur Gaza yang dilanda perang dan terkepung, Ibrahim Shouman menghidupkan kembali kompor kuningan tua, memberikan harapan bagi para pengungsi yang kekurangan bahan bakar untuk memasak. Dengan menekan tang, sumbu baru, dan mengisi ulang bahan bakar buatan sendiri, kilatan api secara ajaib mulai berkobar.

“Orang-orang sudah kembali ke masa lalu dan membawa kompor kuningan mereka untuk diperbaiki karena tidak ada gas atau bahan bakar yang tersedia,” kata Shouman di Rafah di selatan Gaza, dekat perbatasan dengan Mesir.

Ratusan ribu warga sipil telah meninggalkan Gaza utara karena pengeboman tanpa henti dan invasi darat oleh Israel. Hal ini mengharuskan warga Palestina meninggalkan harta benda mereka. Warga sipil berharap keadaan lebih aman di wilayah selatan, tapi militer Israel semakin memperluas serangannya ke seluruh wilayah pesisir kecil dalam perang yang bertujuan menghancurkan Hamas.

Sebagian besar wilayah Gaza telah hancur dan PBB memperkirakan 1,9 juta dari 2,4 juta penduduk Gaza terpaksa mengungsi, menghadapi kekurangan makanan, bahan bakar, air dan obat-obatan.

“Orang-orang sudah mencari kayu bakar ke mana-mana, tapi tidak tersedia lagi. Mereka harus membelinya dengan harga lebih tinggi, dan uang yang tersisa sangat sedikit," kata Shouman.

Di bengkelnya, klien menunggu dengan sabar sambil menggosok, memutar, dan menyetel bagian-bagian piston, pembakar, dan tangki bahan bakar kompor yang sudah berusia puluhan tahun.

“Kompor berkemah ini digunakan 100 tahun yang lalu, ini adalah kemunduran kita,” kata Adnan Abu Al-Aish (55 tahun) yang putus asa mencari cara untuk memasak jatah semolina dan sayurannya yang terbatas.

Karena kekurangan minyak tanah, Shouman mengisi bahan bakar kompornya dengan campuran oli motor dan oli pemanas rumah. Menemukan solar dalam kondisi demikian sangatlah sulit, begitu juga kayu bakar.

"Kayu bakar pun tidak ada, masyarakat mencari potongan karton yang dibuang ke tanah,” ujar dia.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler