Cerita di Balik Protes Para Seniman Masa Lalu dan Binal Eksperimental Arts 1992

Inilah peristiwa yang mengubah naskah estetika kesenian.

Rahma Sulistya/Republika
Kurator Alia Swastika dalam pemaparannya di sesi kedua ruang wicara Road to Warna Baru Warisan Budaya - Shifting Cultures, Reimagining Museums, yang digelar di Gedung Kemendikbudristek RI, Kamis (14/12/2023).
Rep: Rahma Sulistya Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Museum dan Cagar Budaya Indonesian Heritage Agency atau IHA menggelar ruang wicara bertajuk Mereka Ulang Warisan Sejarah dalam Relevansi Masa Kini pada Kamis (14/12/2023). Kurator Alia Swastika didapuk sebagai pembicara dalam sesi kedua, menyampaikan awal mula terbentuknya Biennale Jogja 17.

Baca Juga


Dalam sesi kedua yang membahas tentang ‘Menggabungkan Narasi Kebudayaan Melalui Wahana Tanpa Batas’, Alia menjabarkan bagaimana seniman-seniman di masa lalu melakukan protes. Mereka mempertanyakan mengapa hanya karya lukisan saja yang diterima, sementara karya seni rupa tidak.

“Ada suatu peristiwa yang mengubah naskah estetika kesenian yang disebut sebagai Binal Eksperimental Arts 1992. Seniman-seniman legenda yang sekarang kita kenal sebagai tokoh-tokoh penting di dunia seni rupa Indonesia, melakukan protes,” ujar Alia dalam gelaran acara yang digelar di Gedung Utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.

Akhirnya mereka seperti salah satu tokoh seni rupa, Agung Kurniawan, membuat karya seni tandingan itu, dengan menggunakan ruang-ruang publik sebagai sarana untuk mempresentasikan karya-karya mereka. Hal itu merupakan satu peristiwa penting yang memunculkan karya-karya seni lainnya di ruang publik.

Berawal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, kini mampu membawa para seniman global untuk ikut serta lewat gelaran Biennale Jogja 17 yang diselenggarakan Oktober 2023. Gagasan tentang translokalitas dan transhistorisitas, memberikan ruang bagi sejarah yang lain dengan spirit yang sama, meskipun berada dalam kawasan dunia.

Dua peristiwa penting yang menginspirasi Biennale Jogja juga adalah Konferensi Asia Afrika yang dilihat sebagai keberhasilan Indonesia menginisiasi pertemuan negara-negara yang baru merdeka, dan Gerakan Non Blok yang mampu memberikan perbedaan posisi negara-negara di dalamnya dengan dua kutub antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Biennale akan menghadirkan sekitar 70 seniman dengan berbagai pendekatan dan latar belakang budaya, dengan penekanan pada koneksi ke konteks lokal dan kolaborasi dengan masyarakat. Para seniman, arsitek, peneliti, dan produser budaya yang diundang dalam edisi ini secara langsung dan bekerja di berbagai tempat.

Pada sesi kedua, ruang wicara IHA juga membahas lebih mendetail terkait pentingnya menggabungkan berbagai inovasi untuk menggaungkan narasi kebudayaan, seperti dengan memanfaatkan art exhibition ataupun film sebagai media narasi warisan budaya yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia, dengan memaksimalkan pemanfaatan Dana Abadi Kebudayaan Indonesia.

Tenaga Ahli Kebijakan Publik Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Alex Sihar, mengatakan Dana Abadi Kebudayaan merupakan sumber pendanaan yang secara khusus ditujukan untuk memajukan kebudayaan di Indonesia yang dikelola oleh Dana Indonesiana.

Fokusnya, mencakup penjaminan keberlanjutan program pemajuan kebudayaan, dengan ruang lingkup penggunaan dana yang difokuskan pada memfasilitasi inisiatif masyarakat dalam upaya pemajuan kebudayaan. 

Pada 2020, total penerima manfaat fasilitas bidang kebudayaan mencapai total 196 penerima manfaat, jumlah tersebut terus meningkat cukup pesat di 2022 yang mencapai 300 penerima yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Dana Abadi Kebudayaan memberikan hibah dukungan program kepada berbagai kategori program layanan dalam kerangka Dana Indonesiana. Program-program tersebut mencakup dukungan institusional bagi organisasi kebudayaan, proyek Maestro, pendayagunaan ruang publik, Sinema Mikro, kegiatan strategis, dokumentasi karya atau pengetahuan Maestro atau Organisasi Pemasyarakatan Kebudayaan (OPK) yang rawan punah, penciptaan karya kreatif inovatif, serta dana pendamping karya untuk distribusi internasional maupun stimulan karya unggulan.

Selain itu, Dana Abadi Kebudayaan juga mencakup kajian objek pemajuan kebudayaan dan cagar budaya, menunjukkan komitmen dalam mendukung beragam inisiatif yang bertujuan untuk memperkaya kehidupan kebudayaan di Indonesia.

“Dibentuknya Indonesian Heritage Agency sebagai BLU yang mendukung pengelolaan museum dan dengan adanya dana kebudayaan yang dikelola oleh Dana Indonesiana ini, diharapkan dapat memberikan dukungan yang signifikan untuk memastikan kelangsungan dan keberlanjutan berbagai program kebudayaan, serta mendorong inisiatif masyarakat yang berpotensi memperkaya kehidupan kebudayaan di Indonesia,” ucap Alex.

Ruang wicara Road to Warna Baru Warisan Budaya - Shifting Cultures, Reimagining Museums masih akan dilaksanakan pada 21 Desember 2023 mendatang. Bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut atau berpartisipasi dalam kegiatan ini, kunjungi laman https://www.loket.com/event/public3.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler