Bakar Ikan Masih Ada Darahnya, Halalkah?

Dalam Islam ikan sekaligus bangkainya diketahui berstatus halal.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah peserta membakar ikan pada acara Festival Bakar Ikan Nusantara di Jakarta, Sabtu (25/6/2022).
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umumnya ketika proses memasak, darah ikan akan hilang sebab terdapat proses pencucian sebelum memasak.

Namun, bagaimana ketika membakar ikan namun darahnya belum hilang? Halalkah darah tersebut dimakan?

Baca Juga



Dalam Islam diketahui ikan sekaligus bangkainya telah lumrah diketahui berstatus halal untuk dikonsumsi. Memakan daging ikan atau apapun yang berasal dari laut dihukumi halal.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 96 berbunyi, “Uhilla lakum shaydul-bahri wa tha’amuhu mata’an lakum wa lissayyaroti wa hurrima alaikum shaydul barri ma dumtum huruman. Wattaqullaha alladzi ilaihi tuhsyarun."

Yang artinya, “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. Dan diharamkan atasmu menangkap binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah, yang hanya kepadaNya lah kamu akan dikumpulkan."

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengonsumsi darah ikan. Sebagian ulama menganggapnya najis dan sebagian lainnya menganggapnya tidak najis.

Ibnu Rusyd dalam kitab...

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan ulama-ulama dari kalangan Madzhab Syafii berpendapat hukum memakan darah ikan itu ada dua. Pertama, menurut yang paling shahih, hukum memakannya adalah najis. Pendapat ini juga diamini oleh para ulama dari kalangan masdzhab Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Dawud.

Adapun pendapat yang kedua berasal dari ulama-ulama Madzhab Imam Abu Hanifah. Mereka berpendapat memakan darah ikan hukumnya adalah suci.

Ulama yang menghukumi makan darah ikan itu haram mengacu pada firman Allah SWT dalam Alquran Surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya, “Diharamkan atas kamu bangkai, darah." Ibnu Rusyd menerangkan, ayat tersebut menunjukkan atas keharaman darah yang mengalir. Darah yang tumpah akibat disembelih maupun yang tidak tumpah sama-sama haram.

Sementara dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-An’am ayat 1 yang artinya, “Atau darah yang mengalir (tumpah)." Hal ini menunjukkan bahwa yang diharamkan hanya darah yang tumpah dari hewan sembelihan saja.

Adapun ulama-ulama yang menafsiri ayat yang bersifat mutlak atau umum dengan menggunakan pengertian bersifat khusus (muqoyyad), mensyaratkan bahwa untuk dihukumi haram, darah harus yang mengalir atau tumpah dari hewan yang disembelih. Sebaliknya bahwa ulama-ulama yang berpendapat bersifat mutlak, mengandung hukum tersendiri.

Ulama-ulama tersebut...

Ulama-ulama tersebut mempertentangkan yang muqayyad pada yang mutlak merupakan dalil kitab. Sementara yang mutlak itu bersifat umum, dan yang umum lebih kuat daripada dalil kitab. Untuk itulah mereka memutuskan berdasarkan yang mutlak.

Ibnu Rusyd menjabarkan, untuk itulah mereka mengatakan darah yang banyak maupun yang sedikit tetaplah haram. Status mengalir yang menjadi syarat diharamkannya darah, ialah darah dari hewan halal yang disembelih.

Adapun penyebab timbulnya perbedaan pendapat ini di antara para ulama tentang darah ikan karena adanya pertentangan antara dalil umum dengan qiyas. Dalil umumnya mengacu pada firman Allah di kata “dan darah”. Sedangkan qiyas-nya adalah kemungkinan adanya darah yang diharamkan hanya berlalu untuk hewan yang haram bangkainya.

Dalam hal ini, para ulama ahli fikih mengemukakan sebuah hadits yang men-takhshish ayat yang bersifat umum. Rasulullah SAW bersabda, “Uhillat lana maytatani wa damani." Yang artinya, “Dihalalkan untuk kita dua bangkan dan dua darah." Ibnu Rusyd meyakini hadits tersebut tidak termuat dalam kitab-kitab hadits yang terkenal.

Dari perbedaan pendapat yang ada di kalangan ulama mengenai hukum memakan darah ikan ini, para penganut madzhab tertentu boleh saja mengambil sikap satu di antara banyak hal yang disajikan.

Olah kembali sisa masakan yang tak habis menjadi makanan baru, agar tak bosan dengan menu yang itu-itu saja. - (Republika.co.id)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler