RI Harap Resolusi Gencatan Senjata Gaza tak Diveto DK PBB

Hampir 100 negara ikut mensponsori rancangan resolusi terkait.

Tangkapan Layar/VOA
Pada rapat Dewan Keamanan yang diprakarsai Cina membahas Gaza, dan Menlu RI ikut mendesak gencatan senjata permanen.
Rep: Kamran Dikarma Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mengatakan, gencatan senjata sangat dibutuhkan di Jalur Gaza. Dia berharap, tidak akan ada lagi veto yang bakal menggagalkan Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi penghentian pertempuran di Gaza.

Baca Juga


“Setiap hari kita melihat semakin banyak warga sipil tewas, di Gaza maupun Tepi Barat. Kekejaman Israel harus dihentikan. Gencatan senjata sangat diperlukan,” kata Retno dalam keterangan persnya sesuai melakukan lawatan ke Tunisia, Jumat (22/12/2023).

Dia menambahkan, tanpa gencatan senjata, proses pengiriman bantuan kemanusiaan yang memadai dan berkelanjutan ke Gaza akan sulit dilakukan. Retno menegaskan, bahkan dalam perang, ada aturan dan hukum yang harus dihormati.  “Kita juga berharap bahwa Dewan Keamanan PBB dapat segera mengadopsi resolusi di New York dalam waktu dekat. Dan tidak ada lagi veto oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB,” ucap Menlu.

Retno mengungkapkan, dia mengikuti secara dekat, proses negosiasi yang sedang berlangsung di kantor pusat PBB di New York, Amerika Serikat (AS). Dia pun terus melakukan komunikasi dengan duta besar RI untuk PBB di sana. Menlu berharap resolusi penghentian pertempuran di Gaza dapat segera disahkan. “Semakin lama Dewan Keamanan PBB tidak dapat membuat keputusan, maka semakin menderita rakyat sipil di Gaza,” kata Retno.

Dewan Keamanan PBB telah diagendakan untuk mengadakan pemungutan suara rancangan resolusi penghentian pertempuran di Gaza. Namun proses voting sudah ditunda lebih dari dua kali pekan ini. Menurut jadwal resmi, Dewan Keamanan PBB seharusnya bersidang untuk membahas draf resolusi tersebut pada Kamis (21/12/2023) malam waktu New York.

Al Arabiya melaporkan, pada Kamis, Dewan Keamanan PBB masih terus melakukan upaya-upaya agar rancangan resolusi penghentian pertempuran di Gaza dapat diadopsi. Draf terbaru resolusi tersebut menyerukan “langkah-langkah mendesak untuk segera memungkinkan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan, dan juga untuk menciptakan kondisi bagi penghentian permusuhan yang berkelanjutan”.

Resolusi juga menuntut semua pihak “mengizinkan dan memfasilitasi penggunaan semua rute menuju dan di seluruh Jalur Gaza, termasuk penyeberangan perbatasan, untuk penyediaan bantuan kemanusiaan”. Draf resolusi turut menyebutkan bahwa Uni Emirat Arab (UEA) mensponsori resolusi konflik yang dipermudah di beberapa bidang utama untuk menjamin kompromi.

Pada 8 Desember 2023 lalu, Dewan Keamanan PBB gagal mengadopsi rancangan resolusi yang menuntut penerapan gencatan senjata segera di Gaza. Hal itu karena adanya veto dari AS.

Saat itu, dari 15 negara anggota Dewan Keamanan, sebanyak 13 negara mendukung resolusi yang diajukan UEA tersebut. Sementara AS memilih menentang dan Inggris abstain.

UEA mengatakan, pihaknya berupaya menyelesaikan draf resolusi yang gagal diadopsi tersebut secepatnya. Hal itu mengingat kian melambungnya jumlah korban meninggal di Gaza akibat agresi Israel.

Hampir 100 negara ikut mensponsori rancangan resolusi terkait. Dalam rancangan resolusi tersebut, semua pihak yang berkonflik diserukan mematuhi hukum internasional, khususnya terkait perlindungan terhadap warga sipil.

Resolusi juga menuntut diberlakukannya gencatan senjata kemanusiaan segera. Selain itu Sekretaris Jenderal PBB diminta melaporkan kepada Dewan Keamanan mengenai pelaksanaan gencatan senjata. Sejauh ini, agresi Israel ke Gaza telah membunuh 20 ribu warga Gaza. Lebih dari 14 ribu di antaranya merupakan perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka sudah menembus angka 52 ribu orang. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler