Desa Devisa Kakao Nglanggran Gunungkidul Bidik Pasar Ekspor

Secara total, luas perkebunan kakao di Doga hanya seluas 10,5 hektare.

Republika/Idealisa Masyrafina
Ketua Koperasi Kakao Amanah Doga Sejahtera, Ahmad Nasrodin di Dusun Doga, Desa Nglanggran, Kabupaten Gunungkidul. Dusun Doga menjadi Desa Devisa binaan LPEI.
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, WONOSARI -- Meskipun dikenal sebagai penghasil kakao, Dusun Doga, di Nglanggeran, Kabupaten Gunungkidul, DIY belum mendapatkan keuntungan yang lebih dari tanaman pertanian ini. Sebab, kakao yang dihasilkan belum diolah sedemikian rupa agar memiliki nilai jual tinggi.


Padahal, kakao dari kebun di Dusun Doga, sangat disukai oleh pengolah coklat asal Swiss yang berbasis di Yogyakarta. "Kakao kami jadi bahan baku cokelat Monnier, padahal kami belum bisa memasok sebanyak permintaan mereka," ungkap Ketua Koperasi Amanah Doga Sejahtera, Ahmad Nasrodin saat kunjungan media gathering, Kamis (21/12/2023).

Menurut Ahmad, para petani kakao di sini tidak memiliki luas lahan yang besar atau petani gurem. Secara total, luas perkebunan kakao di Doga hanya seluas 10,5 hektare atau setara dengan sekitar 5326 pohon kakao, dan per tahunnya mampu memproduksi 20 ton kakao.

Akan tetapi, ia mengakui kalau kakao yang mereka hasilkan masih belum maksimal. Kendalanya, tanaman kakao dianggap kurang menghasilkan karena harga jualnya yang masih rendah.

"Sebelumnya biji kakao kami petik, keringkan lalu jual, tapi harganya sangat rendah. Kemudian oleh Pemda kami diajarkan cara fermentasi yang baik tapi belum bisa menaikkan nilai harga," tutur Ahmad.

Harga jualnya pun sangat rendah, hanya sekitar Rp 20 ribu per kilogram. Tentunya ini yang menyebabkan masyarakat setempat yang memiliki tanaman kakao kurang berminat untuk mengembangkan usaha sebagai petani kakao.

Melihat potensi di desa ini, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kemudian menjadikan Dusun Doga sebagai Desa Devisa. Desa devisa merupakan Program pemberdayaan komunitas (cluster) petani atau pengrajin atau koperasi maupun UKM yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor.

Kegiatan yang dilakukan berupa pendampingan mengatasi hambatan ekspor komunitas, antara lain Penguatan kelembagaan, Peningkatan kapasitas produksi, Prosedur Ekspor, Perizinan dan Sertifikasi serta Akses Pasar. Kemudian, akses pembiayaan untuk menunjang pelaksanaan ekspor komunitas, baik secara komersial, PKE dan atau Program Kemitraan.

Pada tanggal 19 Mei 2023 Desa Nglanggeran diresmikan LPEI sebagai Desa Devisa Kakao Gunung Kidul sekaligus sebagai awal dilaksanakan program pelatihan dan pendampinggan. LPEI kemudian mendatangkan ahli kakao dari Desa Devisa Jembarana, Bali.

"Kami diajarkan cara fermentasi kakao yang baik, ternyata waktunya simpel hanya 5 hari. Sebelumnya yang kami kerjakan proses fermentasi tujuh hari," jelas Ahmad.

Hasilnya, kakao mereka memiliki cita rasa yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga dapat dijual lebih mahal yakni Rp 60 ribu per kilogram. Tidak hanya menjual dalam bentuk biji, para ibu-ibu anggota koperasi juga diajarkan cara mengolah kakao menjadi produk.

Beberapa produk sampingan dari biji yang diolah yakni bubuk kakao dan lemak kakao. Nilai jual kedua jenis produk ini lebih menguntungkan dengan harga Rp 175 ribu per kilogram untuk lemak, dan Rp 250 ribu per kilogram untuk bubuk kakao.

Menurut Ahmad, produk cokelat kurang begitu laku di DIY, sehingga mereka pun berupaya membuat inovasi produk dari cokelat. Mereka kemudian membuat ampyang, yang secara tradisional dibuat dengan kacang dan gula Jawa, di Dusun Doga dibuat dengan kacang dan cokelat. "Cokelat di Jogja lebih laku kalau dibuat ampyang atau brownies," kata Ahmad.

Semua upaya ini, menurut Ahmad, dapat dilakukan berkat pendampingan dari LPEI. "Koperasi kami jadi lebih eksis, meskipun untuk sekarang ini untuk ekspor besar masih tidak bisa," kata Ahmad.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengembangan Komoditas & Industri LPEI Nilla Meiditha menjelaskan, Desa Devisa yang dirancang secara terintegrasi dan terpadu oleh LPEI, melibatkan pemangku kepentingan sebagai ekosistem ekspor untuk memberikan dukungan berupa pelatihan dan pendampingan kepada para petani atau pengrajin atau pelaku usaha.

Melalui program ini, kehadiran negara dan pemanfaatan APBN serta peran pemerintah untuk penguatan UMKM dapat dirasakan oleh masyarakat. 

"Sampai dengan November 2023, LPEI memberikan pelatihan dan pendampingan kepada 868 desa devisa yang tersebar di seluruh Indonesia dengan komoditas Kopi, Kakao, Rempah, Perikanan dan Hasil Laut, Fashion, Kelapa dan Turunan, Makanan dan Minuman, Furniture dan Home Decor," jelas Nilla dalam kunjungan ke Desa Devisa Kakao di Kabupaten Bantul, Kamis (21/12/2023).

Nilla memaparkan, Desa Devisa merupakan cerminan kolaborasi LPEI dengan Kementerian dan Lembaga termasuk Kementerian Keuangan dibawah naungan Kemenkeu Satu. Secara akumulasi bulan November 2023, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) berhasil memfasilitasi lahirnya 609 eksportir baru, sebagai upaya nyata LPEI dalam memberikan dukungan kepada pelaku UMKM.

Menurut Nilla, setiap tahun LPEI selalu melakukan kajian untuk menentukan produk unggulan ekspor yakni pada 2023 salah satunya kakao. Desa Nglanggran di Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu desa devisa yang menjadi binaan LPEI.

Dengan lahan perkebunan seluas 10.5 hektare desa ini mampu memproduksi hingga 20 ton kakao per tahun. Masyarakat desa telah berhasil menghasilkan beragam produk turunan kakao, termasuk kakao fermentasi, kakao bar, dan kakao nibs. "Peran LPEI lebih mempersiapkan agar desa devisa kakao Nglanggran bisa melakukan kegiatan ekspor," katanya.

Pada tanggal 19 Mei 2023 Desa Nglanggeran diresmikan LPEI sebagai Desa Devisa Kakao Gunung Kidul sekaligus sebagai awal dilaksanakan program pelatihan dan pendampinggan. Desa Devisa Gunung Kidul merupakan kolaborasi Kemenkeu Satu (Kementerian Keuangan, PT SMF & LPEI) bersama Koperasi Amanah Doga Sejahtera untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa dan kesejahteraan masyarakat Desa.

LPEI melalui program Desa Devisa Gunung Kidul memberikan pelatihan manajemen ekspor, pendampingan akses pasar, peningkatan kapasitas produksi, dan pendampingan terkait sertifikasi organik kepada 60 petani kakao dan Koperasi Amanah Doga Sejahtera.

"Harapannya, kegiatan ini akan membantu Desa Devisa Kakao Gunung Kidul untuk memperluas akses pasar ekspor, meningkatkan kapasitas produksi, serta memenuhi persyaratan sertifikasi yang dibutuhkan oleh pasar," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler