Jelang Natal, Umat Muslim dan Kristen di Gaza Sama-Sama tak Punya Tempat Aman
Perayaan Natal di Palestina dibatalkan.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kesedihan dan keputusasaan melanda Jalur Gaza ketika Israel terus melancarkan serangan yang tak henti-hentinya. Di musim Liburan Natal 2023, seorang warga Kristen Palestina Ibrahim Al-Amash (40 tahun) turut menggambarkan situasi suram tersebut.
“Tidak ada semangat liburan di sini di Gaza," kata Amash dilansir dari Anadolu Agency, Ahad (24/12/2023).
Selama serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, sejumlah besar umat Kristen di Jalur Gaza juga terbunuh dan terluka akibat serangan udara dan penembakan langsung tentara Israel.
Setelah Hamas melancarkan serangan pada 7 Oktober 2023, Israel tak henti-hentinya menggempur Jalur Gaza. Sebanyak lebih dari 20 ribu warga Palestina gugur, sebagian besar perempuan dan anak-anak dan melukai 53.320 orang.
Serangan gencar Israel telah menyebabkan kehancuran di Gaza dengan setengah dari persediaan perumahan di wilayah pesisir. Hampir dua juta orang mengungsi di daerah kantong padat penduduk tersebut di tengah kekurangan makanan dan air bersih.
“Pada awal perang, kami berlindung di Gereja St. Porphyrius di Kota Gaza, namun gereja tersebut menjadi sasaran pesawat tempur Israel yang mengakibatkan banyak orang terbunuh dan terluka. Tidak ada tempat yang aman bagi umat Kristen atau Muslim di Gaza,” kata Amash.
Dia pun merasakan ketakutan...
Dia pun merasakan ketakutan terhadap genosida yang dilakukan Israel. Menurut dia, setiap hari selalu ada pembantaian baru di Jalur Gaza. Bahkan, Amash sendiri telah kehilangan banyak kerabat dan teman akibat perang ini.
Amash mengaku belum pernah menyaksikan kehancuran sebesar ini selama hidupnya. “Ini adalah perang paling kejam yang pernah saya saksikan. Saya tidak tahu harus berkata apa. Ada orang mati di mana-mana,” kata Amash.
Dia menjelaskan, komunitas Kristen di Gaza sangat kecil. Dalam perang ini, menurut dia, umat Kristen terancam kehancuran akibat pengeboman Israel.
“Menjelang hari lahir Yesus Kristus, hati umat Kristen di Gaza dan seluruh Palestina tidak lagi berada dalam semangat liburan,” ujar Amash.
"Bahkan, jika pengeboman berhenti, kami tidak akan merayakannya, kami hanya akan berdoa. demi berakhirnya perang, demi perdamaian sehingga masyarakat bisa kembali ke rumah mereka," ucap dia.
Pada Sabtu (23/12/2023), seorang penembak jitu Israel membunuh seorang ibu dan putrinya serta melukai tujuh lainnya di satu-satunya gereja Katolik di Jalur Gaza. Insiden tersebut disesalkan oleh Paus Fransiskus, yang menyatakan Israel menggunakan taktik terorisme di Gaza.
Ini bukan insiden pertama...
Ini bukan insiden pertama yang menjadikan tempat ibadah Kristen menjadi sasaran. Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan, pada 21 Oktober 2023 tentara Israel juga menargetkan Gereja St. Porphyrius di Gaza hingga menewaskan sedikitnya 18 umat Kristen. Gereja tersebut merupakan gereja Ortodoks tertua di kota.
Tentara Israel juga menargetkan Pusat Kebudayaan Ortodoks di lingkungan Rimal di barat daya Kota Gaza, yang menyebabkan kehancuran sebagian besar pusat tersebut.
Anggota parlemen Inggris, Layla Moran mengatakan dalam sebuah pernyataan di X pada Jumat (22/12/2023) lalu bahwa beberapa kerabatnya termasuk di antara 300 korban yang terjebak di Gereja Katolik di Kota Gaza.
“Keluarga saya di Gereja Katolik di kota Gaza melaporkan fosfor putih dan tembakan ke dalam kompleks mereka,” kata Moran.
Dia menambahkan, “Tentara berada di gerbang dan terjadi kebakaran ketika mereka menabrak salah satu generator (yang sudah tidak berfungsi). Tidak ada air yang tersisa. Ada 300 orang di sana. Kami tidak tahu mengapa ini terjadi. Apakah mereka akan diusir dari gereja hanya beberapa hari sebelum Natal?"
Perayaan Natal batal...
Perayaan Natal Dibatalkan
Komunitas Kristen di wilayah Palestina beberapa hari lalu mengumumkan pembatalan perayaan Natal, termasuk penyalaan pohon Natal akibat perang di Gaza. Langkah ini sebagai pesan solidaritas dari para pemimpin gereja Kristen.
Para pemimpin gereja Kristen, termasuk Uskup Agung Patriarkat Ortodoks Yunani di Yerusalem Uskup Atallah Hanna memutuskan membatalkan perayaan Natal, termasuk festival, perayaan dan dekorasi serta penerangan pohon Natal. Namun, umat Kristen diimbau tetap menjaga dimensi keagamaan dari hari raya tersebut.
Hanna mengatakan tidak ada seorang pun yang berwenang membatalkan Natal karena itu adalah hari libur yang sangat penting dalam Gereja Kristen, baik menurut kalender Barat pada 25 Desember maupun menurut kalender Timur pada 7 Januari.
Resolusi tersebut bertujuan menyampaikan pesan solidaritas yang kuat kepada semua gereja Kristen di dunia. Selain itu, menyerukan doa bagi Palestina mengingat keadaan sulit yang sedang mereka alami.
Meskipun pohon Natal tidak akan dinyalakan di Yerusalem dan Betlehem, ada inisiatif di beberapa gereja untuk menyalakan pohon Natal dengan warna bendera Palestina atau dengan tema “Keadilan dan Perdamaian.”
Berdasarkan survei yang dilakukan pada 2014 oleh Asosiasi Pemuda Kristen (YMCA), umat Kristen mewakili sebagian kecil populasi di Gaza. Setidaknya ada sekitar 1.000 orang tinggal di wilayah pesisir yang terkepung. Sebagian besar dari mereka adalah Ortodoks Yunani, sementara persentase yang jauh lebih kecil adalah Katolik Roma, Baptis, dan denominasi Protestan lainnya.