Eksportir Muda Harus Pahami Jalur Logistik Dunia, Ini Bocorannya

Eksportir muda diminta untuk memilih produk-produk langka yang diekspor.

dok Bea Cukai
Bea Cukai Dumai dampingi UMKM binaannya dalam mengekspor hasil produknya ke luar negeri. Hal tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) lewat pengembangan dan pemberdayaan UMKM beriorentasi ekspor.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pendidikan Tinggi dan Mentor Sektor Ekspor Thomas Darmawan mengimbau para eksportir muda agar bisa memahami konektivitas termasuk berbagai kendala dalam jalur pengiriman logistik dunia untuk aktivitas ekspor.

Baca Juga


“Jika ada jalur ekspor tetapi sedang ada pemberontakan, perang suku, itu repot juga kita ekspor, hal-hal seperti ini juga perlu diperhatikan adik- adik khususnya calon eksportir, karena banyak sekali kendala-kendala tidak dibahas secara teknis,” kata Thomas dalam webinar sekolah ekspor di Jakarta, Rabu (27/12/2023).

Thomas menekankan pentingnya memahami infrastruktur pelabuhan dan jalur distribusi logistik terutama ketika berurusan dengan negara-negara yang memiliki kendala infrastruktur seperti Afghanistan dan Mongolia.

Ia mengingatkan bahwa penting untuk memperhatikan kondisi politik dan sosial di negara tujuan ekspor, khususnya jika ada pemberontakan atau perang suku.

Dia memberikan contoh terkait ekspor ke Mongolia, yang harus melewati beberapa negara karena Mongolia tidak memiliki pelabuhan langsung.

Dalam hal penggunaan pesawat sebagai sarana pengiriman, Thomas menyebut bahwa risiko kerusakan barang saat transit dari satu pesawat ke pesawat lainnya akan cukup tinggi.

Oleh karena itu, kata Thomas, memahami konektivitas dan pemahaman mengenai jalur distribusi logistik sangat penting bagi calon eksportir untuk menghindari kendala dan risiko yang mungkin timbul.

“Jadi, tidak hanya melihat satu negara potensinya seperti apa tetapi juga harus melihat konektivitas, itu pengalaman yang menurut saya perlu diperhatikan. Karena seringkali kegagalan kita selain mengenai modal, kapasitas ekspor, tetapi mengenai distribusi logistik juga enggak gampang,” ucap Thomas.

Ia juga menyebutkan contoh lainnya terkait ekspor barang ke Eropa, di mana jika mengirim barang ke negara-negara Eropa harus melalui Terusan Suez yang sering terganggu oleh konflik di Laut Merah. Hal ini dapat meningkatkan waktu dan biaya pengiriman, sehingga mempengaruhi daya saing produk ekspor Indonesia.

Dengan penekanan pada distribusi logistik, Thomas, mengingatkan bahwa kegagalan dalam hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan ekspor, bukan hanya dari segi modal dan kapasitas ekspor, tetapi juga dari segi konektivitas dan distribusi yang efisien.

“Itu butuh waktu sembilan hari, ongkosnya nambah, sehingga menjadi lebih mahal. Jadi, lebih murah barang dari Afrika, Tunisia ke Eropa, daripada barang dari Indonesia karena kalau Indonesia harus mutar tambah sembilan hari lewat kapal,” jelas Thomas.

​​​​​​Dia berharap eksportir muda dapat mengambil pertimbangan serius terkait kelancaran distribusi logistik dan masalah pembayaran (payment) dalam berbisnis internasional.

Thomas menambahkan bahwa memilih negara yang bisa mempermudah aktivitas ekspor juga merupakan hal yang harus diperhatikan dengan baik oleh para eksportir muda, salah satunya adanya fasilitas pelabuhan.

Selain memahami konektivitas jalur pengiriman logistik dalam aktivitas ekspor, eksportir muda juga diminta untuk memilih produk-produk langka yang diekspor seperti sarang burung walet, kelapa, ikan kerapu, lobster, termasuk kepiting dan rumput laut.

“Ekspor ini gampang gampang susah khususnya untuk perusahaan perusahaan yang besar, tapi perusahaan perusahaan kecil apalagi masih sekolah sekolah ekspor memang tidak mudah. Jadi, saya ingin memberi semangat kita bisa mulai dan khususnya untuk bidang bidang tertentu yang Indonesia mempunyai kekuatan,” kata Thomas.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler