Polisi Belum Terima Laporan Serikat Karyawan ke Dirut Garuda Indonesia
Polemik itu terkait permasalahan penghentian bantuan pemotongan iuran anggota serikat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri belum menerima laporan dari Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) atas dugaan tindak pidana kejahatan terhadap Direktur Utama Garuda Indonsia, terkait permasalahan penghentian bantuan pemotongan iuran anggota serikat dari gaji karyawan.
Atas laporan tersebut, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkapkan, laporan tersebut belum dapat diterima dan saat ini diarahkan untuk membuat dumas (pengaduan masyarakat). “Belum diterima, kita arahkan untuk buat Dumas,” kata Ramadha, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Jumat (29/12/2023).
Sebelumnya, melalui keterangan persnya, Dwi Yulianta selalu Ketua Sekarga menjelaskan, bahwa manajemen Garuda Indonesia telah menghentikan pemotongan iuran anggota Sekarga secara sepihak yang biasa dilakukan dari gaji karyawan tiap bulannya per 27 November 2023.
Sementara itu, kuasa hukum Sekarga, Tomy Tampatty menilai, adanya dugaan tindak pidana kejahatan dalam perkara ini sebagaimana dalam Pasal 28 juncto Pasal 43 UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
"Patut diduga ini bagian dari menghalang-halangi kegiatan Serikat Pekerja. Jadi ketika distribusi iuran itu disetop, otomatis Serikat Pekerja akan mati suri," kata kuasa hukum Sekarga, Tomy Tampatty.
Meski begitu, pembuatan laporan ini harus ditunda lantaran Sekarga diminta Bareskrim untuk melengkapi berkas laporan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya pada Jumat (22/12/2023).
Melalui kuasa hukum Petrus Selestinus, Irfan membuat laporan tersebut telah tercatat dengan nomor LP/B/7688/XII/2023/SPKT/Polda Metro Jaya. Pada laporan tersebut, pihak terlapor adalah Ketua Umum DPP Sekarga Dwi Yulianta dan pengacara Sekarga Tommy Tampatty.
Laporan pencemaran nama baik tersebut terkait laporan tindak pidana atas penyebarluasan informasi terhadap tindak pidana kejahatan terkait pemberhentian pemotongan iuran keanggotaan serikat dari gaji karyawan yang disampaikan ke publik pada Rabu (20/12/2023).
Petrus Selestinus mengungkapkan bahwa upaya hukum yang ditempuh Irfan Setiaputra tersebut merupakan wujud pemanfaatan hak konsitusi sebagai Warga Negara Indonesia yang taat azas dalam meluruskan tuduhan atas penggiringan opini itu.
Petrus menegaskan pelaporan ke polisi merupakan keputusan yang harus dilakukan oleh pihaknya. "Upaya hukum ini menjadi pilihan yang tidak terelakkan dengan dampak yang ditimbulkan dari kesimpangsiuran informasi tersebut, khususnya bagi kepercayaan masyarakat dan reputasi perusahaan," ujarnya.